all i care is you.

jiandra & kale: one-shot au. | pair: jichen. part of 'love formula' universe.

CW // slight kissing, harsh words.

Hari ini terasa bosan sekali bagi Ale. Ia masih berada di dalam rumahnya; rebahan di atas kasur sembari bermain ponselnya. Lalu, tiba-tiba Ia merasa ada yang gatal pada hidungnya. “Achoo!” Kale bersin. Dirinya langsung beranjak dari kasur dan mengambil sebuah tisu. “Should I call Jian? Yeah, maybe I should,” pikirnya sendiri. Aneh, bertanya sendiri dan menjawab sendiri.

Drrt! Drrt!

What's up babe?

“Aku cuman bosen aja,”

Hmm... mau pergi nggak?

“Tapi ke mana?”

Jalan-jalan aja, nggak ada tujuan. Mau?

“Oke, boleh! Achoo!—maaf,”

Hey, kamu kenapa? Are you okay? Mau pergi besok aja?

“Aku gapapa, nggak usah khawatir. Dah ya, aku mau siap-siap dulu,”

Alright, tapi nanti kalau kamu tiba-tiba di jalan masih sakit gitu, aku langsung anter kamu pulang lagi ya?

“Ya.”

Ale langsung mematikan sambungan telepon tersebut tanpa berpikir lebih panjang. Kemudian, Ia memakai hoodie dari kekasihnya serta celana panjang. Lalu Ia keluar dari kamarnya, turun tangga dan berjalan hingga keluar rumah. Ale menunggu Jian di depan rumahnya seraya bermain ponselnya.

Tak lama kemudian, kekasihnya sudah sampai untuk menjemputnya dengan sebuah mobil sebagai tumpangan. Ale langsung masuk ke mobil tersebut dengan senyuman kecil; yang selalu tampak di wajahnya ketika melihat Jian. “Pakai sabuk pengaman dulu dong,” ucap Jian. “Iya-iya,” balas Ale, memakai sabuk pengamannya.

Setelah semuanya sudah siap, Jian langsung tancap gas dan mengendara sekitar kota. Tiba-tiba, Jian mengulurkan tangan kirinya kepada Ale. “Kenapa?” tanya Ale. “Gandengan.” Jawaban Jian membuat jantung Ale berdegup kencang.

Ale pun menerima tangannya, lalu menggenggamnya walaupun masih sedikit terasa malu-malu. “Mau nyalain lagu?” tanya Jian. Sebagai jawaban, Ale mengangguk.

Akhirnya, Jian memutar lagu “Youth” oleh Troye Sivan.

Selama perjalanan itu, tak ada yang membuka suara—hanya lagu dari speaker yang terdengar. Keduanya menikmati malam ini, hanya dengan keberadaan masing-masing.

“Achoo!” Ale bersin, lagi. Kekasihnya langsung menoleh dan memberikan tatapan khawatir. “Kamu seriusan gapapa? Mau pulang aja?” tanya Jian sembari mengusap-usap tangan Ale. “A-aku nggak mau pulang! Maunya di sini, sama Jian,” jawab Ale, kalimat terakhirnya membuatnya sedikit malu.

Jian hanya bisa menghela nafas pasrah—sebelum kekasihnya bisa meledak-ledak emosinya. Hei, itu jauh lebih menyeramkan.

Satu jam pun berlalu. Karena Jian merasa suasana terlalu sepi dan membosankan, Ia ingin mengajak Ale untuk berbicara. “Sayang, kamu mau beli mak—”

Ah, ternyata Ale sudah tertidur lelap.

Jian terkekeh melihat ke-gemasan manusia tersayangnya yang sedang tidur. Ia juga mengecek suhu tubuh Ale dengan cara menempelkan tangan kirinya pada kening Ale. “Kan? panas. Udah dibilangin kalau sakit mending besok aja perginya... keras kepala banget sih kamuuu,” omel Jian dengan suara kecil.

Ia langsung memutar balik rute mobilnya ke arah rumah Ale. Di perjalanan, tangan kiri Jian sibuk mengusap-usap tangan—lalu kepala Ale. Ia tidak ingin Ale merasa tidak nyaman.

Sesampainya di rumah kekasihnya, Jian langsung keluar dari mobilnya untuk menggendong manusia gemas itu dengan kedua tangan kekarnya. Ya, tentu menggendongnya ala bridal style.

Untungnya, yang ada di rumah Ale hanya seorang pembantu—tidak ada kedua orangtua Ale, dikarenakan sibuk kerja. Ia langsung menaiki tangga dan memasuki kamar luas milik kekasihnya; lalu menaruhnya di atas kasur.

Sang pembantu yang sudah tahu kalau Ale sedang sakit, Ia mengantarkan obat ke kamar Ale. “Ini obatnya yaa, nak,” ucap si Mbak. “Iya Mbak, makasih,” balas Jian dengan senyuman. Wanita pembantu itu keluar dari kamar Ale, memberi waktu bagi pasangan tersebut.

“Jian... kepalaku,” rintih Ale. “Kenapa sayang?” tanya Jian dengan penuh khawatir. Ia melihat Ale yang berusaha untuk duduk, dan karena itu Ia membantunya. “Pusing... kepalaku sakit Jian.”

Jian langsung memberi obat tablet tersebut kepada Ale dan menyuruhnya untuk minum. “Kamu ya? Udah dibilangin tadi, tetep aja ngeyel banget... lain kali jangan dipaksa gini lagi kalau udah ngerasa sakit, oke?” ucap Jian. Yang kecil hanya mengangguk nurut.

“Tapi Jian...”

“Apa?”

“Aku punya cara supaya aku bisa lebih cepet sembuh,”

And, what is it?

“Cium aku, di sini.”

Setelah mengatakan kalimat itu, Ale menunjuk bibirnya sembari tersenyum polos. Sedikit terlihat seperti orang mabuk. Pipinya yang merah merona, kupingnya pun juga. “Ngawur banget kamu,” balas Jian. “Ih! Nggak seru!” gerutu Ale sembari memajukan bibirnya. Ia juga membuang mukanya—tentu saja Ia sedang merajuk.

Lelaki yang lebih tinggi melihat kelakuan Ale, membuatnya ingin menyubitnya dengan gemas. “Ngambek nih ceritanya?” goda Jian. Tak ada jawaban, jadi Ia mendekatkan diri kepada Ale.

Sebelum melanjutkan langkah berikutnya, Jian tertawa sedikit. Mengapa Ia bisa mendapatkan lelaki yang se-gemas ini? Jantungnya bisa tidak kuat menahan semua ini.

Tangannya memegang tangan Ale dengan lembut, “Yaudah, mana sini lihat aku dulu,” ucap Jian. Sayangnya, Ale tetap menahan gengsi. “Babe, let me see your beautiful face. Okay?

Kali ini, Ale menurut. Jian menatap kedua matanya sembari tersenyum kecil. “Seriusan mau aku cium?” tanya Jian, memastikan lagi. Ale hanya mengangguk. “Oke kalau gitu.”

Ia memajukan wajahnya perlahan, lalu...

Cup!

Satu kecupan manis mendarat di bibir lembut Ale. “Kurangggg!” rengeknya. Biasalah, kalau Ale sedang sakit, Ia bisa berubah 180°, yaitu menjadi seseorang yang gemas dan manja. “Mau berapa kali lagi, hm?” goda Jian. “Empat lagi, biar pas! Boleh ya?”

Jian mengangguk dan terkekeh.

Cup! Cup! Cup! Cup!

Empat kecupan manis lagi mendarat di bibir Ale. Itu membuatnya sangat senang hingga tersenyum lebar. “Makasih, hehehe~” ucap Ale. “Sama-sama, cantik.”

“Aku ganteng!”

“Iyaa, sama cantik juga. Semuanya aja diborong kamu, Le,”

“Terserah,”

“Udah, jangan ngambek gitu lagi. Sekarang mau gimana? Should we cuddle?

“Mhm! Mauuuu!”

Dan akhirnya, Jian menemani kekasihnya hingga tertidur lelap. Melihat Ale yang sudah tidur, Ia mengecup keningnya sekali dan tersenyum lembut. “Bikin khawatir aja kamu tadi,” gumam Jian. Ia mengusap-usap rambut Ale dengan perlahan, membuat si Kecilnya itu nyaman saat tidur.

All I care is you, Ale. Gua sayang banget sama lo, dan gua bakal selalu ngejaga lo.

written by kalacaffe.