christmas cookies.
jian & kale: one-shot au. | pair: jichen. part of 'love formula' universe.
CW // kissing.
Krekk!
Pintu kamar Jian terbuka secara perlahan. Malam ini, Ale sengaja ingin diam-diam mengejutkan kekasihnya, Jiandra. Hiburan gratis, ujarnya.
Toh, dia juga merasa rindu. Tidak hanya dengan niat mengejutkan saja.
Perlahan-lahan, Ale merangkak ke atas ranjang Jian—di mana Ia masih dalam keadaan tertidur lelap. Ale tersenyum lembut, lalu tangannya mengelus-elus rambut kekasihnya itu.
“Eh... sayang?”
Jian terbangun. Membuat Ale sedikit tersontak. “Aku ngebangunin kamu ya?” tanya Ale. “Iya, hahaha. Tapi gapapa kok. Kamu kenapa bisa di sini?” tanya Jian balik sembari mengusap-usap tangan Ale yang satunya. “Pengen ngejutin kamu aja,” jawabnya.
“Dalam rangka apa?”
“Christmas.“
“Eh, iya juga. Hadiah aku mana?”
Telunjuk Ale menunjuk dirinya. “Nih, aku. Hehehe,” ucap Ale dengan senyuman polosnya. Dengan rasa gemas, Jian langsung menarik Ale ke dalam pelukannya dan menghujani Ale dengan kecupan-kecupan ringan.
“Gemes banget kamu,” puji Jian. “Yayaya, I've heard it lot's of times from you,” balas Ale. Jian tersenyum kecil seraya menatap kedua netra kekasihnya.
Kedua wajah mereka perlahan mendekat. Hingga jarak mereka pun menjadi begitu dekat. Menyisihkan sekitar 2 cm di antara wajah mereka.
Lalu...
Krekk!
“Ehh Maaf ganggu, tapi kalian mau bikin cookies sama Bunda nggak?” tawar Bundanya Jian secara tiba-tiba. Keberadaannya membuat mereka berdua tersontak hingga panik. Akhirnya, mereka langsung saling menjauh supaya tidak disangka yang aneh-aneh.
“B-boleh Bun... Jian sama Ale bakal ke dapur bentar lagi.” Setelah menerima jawaban, Bundanya itu langsung menutup pintu kembali—yang membuat suasana menjadi sedikit canggung.
Namun, keduanya tiba-tiba tertawa, walaupun diselimuti oleh rasa malu. “Bunda kamu sering gitu ya?” tanya Ale. “Kadang, sih. Biasanya lagi males ngetuk pintu itu. Maaf ya, sayang,” jawab Jian.
Ale menggeleng pelan, “Gapapa, tenang aja. Mau ke dapur sekarang?” Sebagai jawaban singkat, Jian hanya mengangguk.
Kemudian, kedua insan itu meninggalkan kamar tersebut. Di dapur, terlihat semua bahan-bahan untuk membuat cookies di atas meja—sepertinya sudah disiapkan semua oleh Bundanya Jian.
“Ini... mulai darimana? Aku nggak ngerti soal masak-masak gini,” ucap Jian sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ale tertawa kecil, “Aku tau caranya. Kamu tinggal bantuin aku aja,” ucap Ale.
“Oke, aku percaya kamu sayang.”
“Harus lah!”
“Tapi jangan nyuruh aku yang susah-susah ya?”
“Iya-iya ih, santai aja.”
Akhirnya, Ale memulai kegiatan memasak itu duluan. Tangannya bergerak ke sana-sini, membuat Jian yang berdiri diam; seperti orang bodoh. Kalau kata Jian, yang penting ganteng.
“Ji,”
“Ya? Perlu apa Le?”
“Tolong campurin ini semua,”
“Siap bos!”
Jian menerima mangkuk berisi tepung, baking soda dan garam. Ia mencampurnya semua menggunakan spatula. “Jangan berantakan,” peringat Ale. “Nggak bakal kok,” balas Jian.
“Sayang, coba lihat aku,” ucap Jian secara tiba-tiba. Ale menoleh, menatap Jian dengan tatapan bingung. Lalu, Jian melumuri ujung telunjuknya dengan campuran bahan-bahan tersebut dan mencolek pipi Ale. Tanpa rasa berdosa, Jian tertawa.
“Kamu ngapain gitu sih? Jadi kotor tau. Jangan gitu lagi!” gerutu Ale sembari mengelap pipinya yang ternodai itu. “Hahaha, iya gemes. Aku bercanda doang, jangan galak gitu. Nanti aku takut loh,” goda Jian.
“Terserah,” balas Ale. Keduanya kembali fokus dalam kegiatan masak-memasak itu. Justru membuat suasananya menjadi sunyi, dan sedikit... canggung.
Bip!
Ale memasuki nampan yang berisi adonan cookies; dengan keping coklat di atasnya ke dalam oven. Kedua lelaki itu terdiam sesaat sembari menunggu kematangan makanan mereka.
Tiba-tiba, sebuah ide cemerlang muncul di benak Jian. Ia mendekat ke arah kekasihnya, lalu menunduk sedikit untuk membisikkan sesuatu.
“Aku mau sesuatu...”
“Apa?”
“Ini. Aku kangen ini.”
Jian menyentuh bibir lembut Ale ketika mengatakan hal tersebut. Demi apapun! Kelakuannya membuat jantung Ale berdebar dengan sangat cepat!
Bahkan, kedua pipi Ale sekarang berubah menjadi merah seperti tomat. “Y-yaudah...” ucap Ale. “Yaudah apa, hm?” tanya Jian. “Yaudah, c-cium aja.”
Ucapan Ale membuat Jian terkekeh. Ia mendekatkan wajahnya, dengan tangannya yang menarik tengkuk kekasihnya secara perlahan.
Jian dapat merasakan nafas Ale yang hangat, hingga Ia tersenyum kecil.
“Tenang aja. I won't dare to hurt my little prince.“
Tak lama lagi, Ale merasakan bibir kering Jian yang menempel pada bibirnya. Keduanya menutup mata mereka agar dapat lebih mudah berciuman. Jian menggigit bibir bawah Ale dengan perlahan—meminta ijin kepadanya.
Ketika Ale mengijinkannya, lidah Jian langsung menelusuri seluruh area mulut Ale dengan lembut. Membuat jantung kekasihnya itu semakin berantakan. Ciuman Jiandra selalu berhasil membuat Ale meleleh.
Manis dan lembut. Itulah yang hanya Jian berikan kepadanya. Ia tidak pernah berani untuk menyakiti Ale sedikitpun. Intinya, Jian sangat memperlakukan Ale dengan hati-hati—dan mencintainya sepenuh hati.
Sedikit klise, tetapi itulah kenyataannya. Ale juga mencintai Jian dengan sepenuh hati. Walaupun dirinya kadang gengsi untuk mengekspresikan rasa cintanya.
Ale memukul dada Jian, karena membutuhkan oksigen. Ciuman mereka pun selesai; meninggalkan Jian yang tersenyum penuh kemenangan, serta bibir Ale yang sedikit bengkak.
“Kamu cantik,”
“Ganteng,”
“Iya, dua-duanya.”
Tring!
Bunyi oven menandakan adonan mereka sudah matang. Ale langsung mengambil sebuah kain tebal, dan Jian membantu membuka pintu oven tersebut. Cookies mereka akhirnya sudah jadi.
“Wanginya enak bener,” ucap Jian seraya mendekati nampan yang ditaruh di atas meja. “Ya iyalah, kan aku yang bikin,” balas Ale. “Iya deh iyaa, pacarku pinter masak!” pujinya sembari mengusap-usap surai Ale.
Mereka berdua membersihkan dapur itu sebelum memakan makanan buatan mereka. Harus bersih dan rapih terlebih dahulu, supaya tidak dimarahi Bunda.
“Let's eat,” ajak Ale. Tangan Jian meraih satu cookie, lalu memasukannya ke dalam mulutnya. Setelah itu, Ale juga melakukan hal yang sama.
Kedua mata Jian terbelak, “Buset! Enak banget Le!” seru Jian. “Eh? Iya juga,” ucap Ale.
“By the way,“
“Kenapa babe?”
“Merry Christmas, Jian.“
“Merry Christmas too, my love.“
Ale tersenyum malu-malu. Sungguh membuat Jian semakin cinta dengannya. “Mau cuddle habis ini?” tanya Jian. “Mau.”
Kini, di dalam kamar Jian yang sedikit diredupkan lampunya, kedua insan itu menghabiskan malam ini sembari berpelukan hangat.
Tangan besar Jian menggenggam tangan mungil milik Ale. Rasanya pas sekali. Jian suka. Ale suka.
“Kamu... suka hadiah natal dari aku yang tadi nggak?” tanya lelaki yang lebih kecil itu. Ia berbasa-basi saja sambil memainkan jari-jari Jian. “Hadiah yang mana?” tanyanya.
“Yang tadi... di dapur,”
“Yang mana?” tanya Jian lagi. Ia sengaja menggoda kekasihnya.
“W-when we kissed, at the kitchen before.“
Tawa kecil Jian terdengar. Ia merasa sangat gemas dengan kekasihnya itu. “Hahaha, aku inget kok. Aku suka banget sama hadiahnya. Sering-sering aja ngasihnya ya?”
“Dih, ngelunjak,” balas Ale. “Sama kamu doang ini,” ucap Jian. “Iyalah! Awas aja sampai sama yang lain...”
“Iya-iya, nggak bakal kok. You're only mine, and I'm only yours.“
“Janji loh?”
“Janji.”
written by kalacaffe.