first date in december.

casts: mark as melvin & haechan as hazen. genre: fluff, teen-romance.

CW // kissing.

“Kak Mel! Kita jadi nge-date kan?”

Jadi, sayang. Bentar ya, Kakak bentar lagi sampai di depan rumah kamu kok.

“Oke, hati-hati yaa!”

Of course, my cute bear.

Sambungan telepon tersebut pun mati. Hari ini, tepat pada awal bulan Desember, kedua sejoli ini akhirnya mendapatkan kesempatan untuk pergi kencan. Kebetulan, kencan ini adalah kencan pertama mereka. Baru sekitar setahun sejak mereka menjadi pasangan. Keduanya sangat sibuk karena sekolah dan OSIS, maka... tak ada satupun dari mereka yang memiliki waktu untuk berkencan.

Untungnya, hari ini adalah hari libur, jadi mereka gunakan kesempatan emas ini untuk pergi kencan.

Hazen menunggu di depan teras rumahnya sembari memainkan ponselnya. Kedua Ibu jarinya sibuk mengutak-utik isi ponselnya. Entah Ia sedang bermain media sosial atau bermain game. Tak lama kemudian, ada sebuah mobil HR-V yang berwarna hitam; berada di depan rumahnya.

Seorang lelaki keluar dari mobil itu, memberikan senyumannya yang membuat dirinya terlihat lebih tampan. Hazen yang melihat laki-laki itu, Ia langsung berlari ke-arahnya dengan girang. “Kak Mel!” seru Hazen.

BRUKK!

Dengan sengaja, Hazen menubrukan tubuhnya pada pelukan Melvin. “Woah.. hati-hati dong, nggak sakit?” tanya Melvin, Ia menundukkan wajahnya sedikit. Hazen hanya menggeleng dan tersenyum polos. “Nggak sakit kok! Umm... Hazen kangen Kak Mel tauuuu~” rengeknya. Hazen memajukan bibirnya sedikit, membuatnya tampak seperti anak kecil.

Saat ini Melvin mencoba menguatkan dirinya untuk tidak mencubit kedua pipi kekasihnya itu. Menggemaskan sekali. “Hazen,”

“Apa, huh?”

“Kakak boleh cium kamu nggak? Bentarrr aja,”

Begitu Melvin mengucapkan kalimat itu, timbul rasa kupu-kupu di dalam perut Hazen. Bahkan kedua pipinya memerah seperti kepiting rebus. “B-boleh kak,” ucap Hazen. Selalu seperti itu. Melvin tak pernah sekali pun tidak ijin kepada Hazen untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Ia sangat menyayangi kekasihnya.

Cup!

Melvin mengecup bibir ceri milik Hazen sekilas. Singkat dan manis. “Thank you, Dek.” Tangan kanan Melvin mengusap-usap surai Hazen dengan lembut. “Jadi pergi nggak, Kak?” tanya Hazen. “Jadi. Kamu mau ke mana dulu nih?”

Hazen terdiam sementara. Ia berpikir dengan keras; menampakkan wajahnya yang terlihat serius. Sungguh membuat Melvin ingin mengecup bibir kekasihnya itu secara berkali-kali. “Hmm... nonton di bioskop aja deh, terus nanti sekalian dinner berdua. Mau nggak, Kak?” tawar Hazen. Bagaimana Melvin bisa menolak kekasihnya? Kedua mata Hazen saja sudah terlihat berbinar-binar.

“Mau-mau aja, asal sama Hazen.”

“Jelek ah!”

“Hahaha iya-iya, gemes. Ayo berangkat.”

Kedua lelaki itu pun memasuki mobil dan pergi ke Mal terdekat, tentu yang ada bioskopnya. Sesampainya di tujuan, Melvin langsung menggenggam tangan Hazen sembari berjalan ke arah bioskop. Sudah seperti sedang menjaga anak kecil saja.

Tibalah di kounter, Melvin menanyakan kekasihnya terlebih dahulu. “Mau nonton yang mana?” tanya Melvin. “Yang horror, boleh yaa?”

“Nanti takut, terus nangis. Lain aja, tuh ada Cinderella,” ucap Melvin. “Yaudah, terserah Kakak,” balas Hazen, Ia merajuk. Melvin tertawa kecil melihat kekasihnya yang sedang merajuk seperti anak kecil. Ia tetap membelikan karcis untuk film Cinderella. Karena, Ia tahu Hazen adalah seorang penakut, tetapi berlagak seperti pemberani yang gagah.

Setelah membeli dua tiket tempat duduk untuk mereka berdua, kedua bola mata Hazen tertuju pada makanan. “Kak Mel... Hazen mau popcorn,” ucap Hazen. Tangannya memeluk tangan kekasihnya, meminta supaya permintaannya kali ini dikabulkan. “Boleh, mau yang rasa apa?” tanya Melvin. “Karamel aja, Hazen sukanya yang manis-manis,” jawab Hazen.

Akhirnya, Melvin membelikan cup berisikan popcorn yang berkuran sedang. Hazen langsung memakannya. “Suka?” tanya Melvin, sembari mengelus-elus rambut bagian belakang Hazen. Sebuah anggukan diterima oleh Melvin. “Jangan lupa banyak minum ya? Jangan sampai Hazen batuk-batuk nanti,”

“Iyaaa, Kak Mellll~”


Sudah sekitar 20 menit Melvin dan Hazen menunggu sampai pintu studio satu dibuka. Rasanya lama sekali. Membosankan. “Kak Mel,” panggilnya. “Hm? Kenapa sayang?” tanya Melvin, mengalihkan perhatiannya kepada kekasihnya. “Hazen bosen tau, lama banget ih,” rengek Hazen. “Bentar lagi dibuka kok, sabar yaa?”

Yah... Hazen hanya bisa menunggu dengan sabar. Keduanya kembali sibuk memainkan benda pipih itu, membuka dan menutup berbagai macam aplikasi untuk mengisi waktu.

Ding.. Dong..! Mohon perhatian Anda, pintu teater satu telah dibuka.. Bagi Anda yang telah memiliki karcis dipersilahkan untuk memasuki ruangan teater satu.

Pengumuman yang ditunggu-tunggu telah terdengar. Hazen langsung berdiri dan menggenggam lengan kekasihnya untuk memasuki ruangan teater satu. Melvin yang melihat kekasihnya sedang dalam mode antusias dan tidak sabar, membuat dirinya ingin melahap Hazen; karena terlalu menggemaskan.

Mereka menaiki tangga, hingga tiba di kursi sesuai tulisan yang ada di karcis. Melvin menatap kekasihnya dan tersenyum. Ia ikut bahagia saat melihat pujaan hatinya bahagia. Mau dalam situasi apapun; baik atau buruk, Melvin selalu ada untuk Hazen. Sebaliknya pun juga.

Maka dari itu, tidak sia-sia perjuangan Melvin untuk mendapatkan hati Hazen. Ia justru sangat bersyukur.

“Kak, liat! Film-nya udah mau mulai!” seru Hazen. “Iya, sayang. Kakak liat kok,” balas Melvin. “Bohong banget, dari tadi Kak Mel ngeliatin Hazen terus,” ucap Hazen. “Soalnya kamu lebih menarik, Dek.” Hazen mencubit lengan Melvin dengan pelan. “Hehehe maaf, ini sekerang Kakak beneran nonton kok.”

Pada akhirnya, pasangan sejoli itu menikmati film berdurasi dua jam tersebut. Walaupun Hazen sempat menangis ketika ada adegan-adegan yang menurutnya sedih. Membuat Melvin ingin mengecupnya berkali-kali; akibat Hazen terlalu menggemaskan.


Setelah film-nya selesai, Hazen dan Melvin keluar dari teater satu itu. “Gimana? Suka?” tanya Melvin. Hazen mengangguk, “Hazen suka! Tapi Kak Mel...”

“Kenapa?”

“Hazen laper,” ucap Hazen seraya mengusap-usap perutnya.

“Hahaha, gemes. Kamu mau makan apa?”

“Mau sushi...”

“Yaudah, ayo makan sushi.”

Keduanya berjalan, tidak melepas tautan tangan mereka. Hingga sampai di depan tempat makan sushi, mereka duduk secara berhadapan. Hazen langsung menelusuri menu itu dengan mata yang berbinar. Melvin yang melihatnya saja tak kuat menahan rasa gemas.

Mereka memesan, lalu menunggu. Mata Melvin tertuju pada Hazen yang sedang meletakan kepalanya di atas meja. Ia mengusap-usap tangan Hazen dan bertanya, “Kamu kenapa, hm?” Seketika Hazen mengangkat kepalanya lagi. Ia mengusap-usap perutnya sembari memajukan bibirnya. “Hazen laper.... Prajurit-prajurit di perut Hazen pada demo minta dikasih makanan,”

Melvin tertawa mendengar rengekan kekasihnya. Kata-kata yang dikeluarkan mulut Hazen memang sangat random, apalagi saat Ia lapar.

Tak lama kemudian, seorang pelayan menghampiri mereka sembari memberi piring berisi pesanan mereka. Melvin berterima kasih kepada pelayan itu sebelum memakan santapannya. Di sisi lain, Hazen sudah melahap makanannya dengan cepat.

“Pelan-pelan, jangan buru-buru. Nanti sakit perut loh.”

“Iya Kak Mel, hehehe.”

Kedua lelaki itu sibuk makan sampai lupa berbincang. Sampai di mana Melvin melihat sekitar bibir kekasihnya, berlumuran mayones—dan tentunya serta butiran-butiran nasi. Melvin berdiri dan menyondongkan badannya ke arah Hazen. Lalu, Ia mengusap sekitar area bibir kekasihnya sampai bersih. “Makasih Kak Mel!” ucap Hazen. “My pleasure.”

Beberapa menit kemudian, piring mereka pun sudah bersih. Tak ada lagi makanan yang tersisa di atasnya.

“Kenyang?” tanya Melvin. “Hu'um, kenyang. Kita mau langsung pulang aja?” tanya Hazen. “Mau, terus kita cuddle di rumah Kakak ya?” ucap Melvin. Hazen mengangguk setuju dan tersenyum lebar. Sebelum mereka pulang, tentunya Melvin membayar makanan mereka terlebih dahulu.


Di dalam mobil, Melvin terdiam sebentar. Membuat Hazen sedikit bingung. “Kenapa Kak? Is there something wrong?” tanya Hazen, menatap Melvin dengan khawatir. “Gapapa, Kakak cuman seneng aja hari ini. Nggak nyangka first date kita ternyata se-mulus ini,” jawab Melvin, akhirnya Ia tersenyum kembali.

Senyumannya menular kepada Hazen.

“Ih! Dikirain kenapa,” ucap Hazen. Melvin terkekeh dan mengusap-usap rambut kekasihnya dengan lembut sebelum mengendarai mobilnya. Hari ini berjalan sangat lancar. Seperti semesta sedang berpihak kepada mereka. Keduanya pun bahagia.

Sesampainya di rumah tujuan terakhir, keduanya memasuki rumah hangat itu dan menyamankan diri di kamar Melvin. Saling berbagi cerita dan kehangatan.

Babe,

“Kenapa Kak?”

“Mau cium kamu, boleh?”

“Boleh, Kak. Sekarang, kapanpun Kakak boleh cium Hazen. Nggak perlu ijin-ijin lagi sama Hazen.”

“Beneran nih?”

“Iyalah, beneran! Masa bohongan,”

Sebelum kekasihnya melanjutkan omelannya yang mulai panjang, Melvin langsung menempelkan bibirnya pada bibir ceri sang kekasih. Sementara Hazen masih memproses apa yang sedang terjadi padanya. Ia sedikit tersontak. Tetapi, lama-kelamaan Ia mulai terbiasa dan ikut campur dalam ciuman lembut itu.

Keduanya tetap saling bertaut, hingga Hazen memukul dada Melvin karena kehabisan nafas.

Melvin menatap kekasih gemasnya itu, dan tertawa kecil karena melihat bibir yang barusan Ia 'cicipi' membengkak sedikit. Kedua tangannya menangkup pipi gembul Hazen. Ia mengecupnya singkat, tepat di ujung hidungnya. “Gemes,” pujinya.

“Gemes, gemes banget pacar Kakak.”

“Udah ih, malu!”

“Ngapain malu? Pacar Kakak memang gemes, lucu, ganteng, gemes, semuanya aja diembat. Bikin Kakak tambah sayang sama kamu aja.”

“Hazen lebih sayang Kak Mel.”

“Masa? Pendek gitu,”

“Ih, Kak Mel nyebelin!”

Setelah beradu mulut, tak lama kemudian... Hazel mengantuk. Matanya sudah terlihat berat sekali, dan Melvin yang melihatnya langsung menarik selimut hingga ke atas dada. Ia mengecupnya sekali lagi di bagian kening, pipi dan bibir. “Good night, sayangnya Kakak.”

written by kalacaffe.