haidan & arjuna.
casts: haechan as haidan & renjun as arjuna/juna. pair: hyuckren. part of 'love formula' universe.
CW // harsh words, kissing.
Di sinilah, tepat pada sore sebelum tahun baru; di kost milik Arjuna. Sang lelaki lebih kecil menelepon kekasihnya. “Halo? Kenapa cil?” tanya Haidan, dari speaker ponsel Arjuna.
“Cepet ke sini,”
“Cie, kangen ya?“
“Nggak, jangan halu.”
“Mulai sok keras,“
Seperti biasa, percakapan mereka selalu dimulai dengan pertengkaran kecil. Tak pernah sekalipun mereka tidak ribut. “Bercanda. Iya, aku kangen. Sekalian kita ngerayain tahun baru,” ujar Arjuna. “Iya-iya, sayang. Aku ke sana sepuluh menit lagi, oke?“
“Oke hati-hati, jangan ngebut.”
“Siap cil! Aku tutup yaaa, dadah!“
“Dah!”
Tut!
Sambungan telepon tersebut pun dimatikan. Arjuna yang memiliki insting untuk melakukan sesuatu, Ia langsung beranjak berdiri dari sofa-nya.
Tangan dan kakinya mulai bergerak secara cepat—mempersiapkan semua bahan-bahan yang akan mereka gunakan untuk makan-makan nanti.
“Kalau segini... cukup nggak ya?”
Ucapnya, dengan kedua tangan melekat di samping pinggang; seraya menatap meja yang penuh dengan roti, daging, buah serta minuman soda.
Arjuna memang memiliki banyak kelebihan, tetapi salah satu kekurangannya adalah berpikir berlebihan. Ia takut, kalau makanannya tidak cukup bagaimana? Kalau Haidan tidak puas? Kalau mereka gagal merayakan tahun baru? Gimana?
Semua itu muncul satu-persatu di benak Arjuna. Ia benar-benar perlu kekasihnya saat ini juga. Untuk menenangkannya.
Di sisi lain, Haidan sedang berada di perjalanan. Tentu, berkendara dengan menggunakan motornya. Di tengah-tengah perjalanan, Ia tiba-tiba mempunyai sebuah ide.
Haidan pun berhenti di salah satu toko. “Kalau gue beliin bunga, dia bakal seneng 'kan?” batinnya. Ya, dirinya sedang mampir ke toko bunga.
Ia memasuki toko tersebut, lalu bertanya kepada sang pemilik toko. “Permisi Mbak, ada bunga tulip nggak ya?” tanyanya. “Ada Kak. Mau berapa tangkai?”
“Sepuluh aja, jadiin kaya bouquet gitu, Mbak.”
“Siap Kak! Akan saya segera ambilkan.”
Saat menunggu, Haidan membuka ponselnya dan melihat sebuah notifikasi yang berada di halaman depannya. Ternyata, itu adalah pesan dari kekasihnya.
Ia terkekeh kecil membaca pesan tersebut. “Kenapa lo lama banget sih, anjir? Cepetan, gue gamau nunggu kelamaan,” batin Haidan, membaca pesan itu.
“Gemes banget,” ucapnya pelan.
Tak lama kemudian, si pemilik toko bunga pun kembali—membawa bouquet berisi bunga-bunga tulip—sesuai dengan permintaan Haidan. “Ini ya, Kak! Totalnya lima ratus ribu rupiah. Mau dibayar pakai e-wallet atau cash?” ujar perempuan itu.
“E-wallet aja, Mbak. Saya scan di sini ya?”
“Iya, Kak. Silakan di scan.“
Akhirnya, Haidan berhasil membeli sebuah hadiah untuk manusia kesayangannya. Walaupun sedikit mahal, cintanya tetap berada di barisan paling depan.
Dasar bucin, hadeh.
Setelah itu, Haidan keluar dari toko bunga tersebut dan melanjutkan perjalanannya ke kost-an Arjuna. Senyumannya tertampak jelas seiring perjalanan. Bisa-bisa Ia disangka seperti orang yang aneh oleh orang-orang asing.
Hanya Arjuna seorang yang dapat membuat Haidan tersenyum lebar—dan jantungnya yang berdetak dengan amat kencang.
Beberapa menit kemudian, sampailah Haidan di depan kost Arjuna. Ia memarkirkan motornya terlebih dahulu sebelum mengetuk pintu.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan pintu yang dihasilkan oleh tangan Haidan terdengar jelas. Lalu, pintu itu pun terbuka. Memperlihatkan sang lelaki yang lebih pendek darinya; yang sangat menggemaskan baginya.
Dengan tangan Haidan yang berada di belakang—karena menyembunyikan hadiah bouquet—membuat Arjuna curiga dengan Haidan. “Hai... kamu ngumpetin apa tuh?” tanya Arjuna.
Belum juga Haidan menyapanya, sudah dicurigai saja. “Tutup mata dulu coba,” perintah Haidan.
“Ngapain?”
“Udah, tutup mata aja dulu.”
“Nggak ngasih yang aneh-aneh 'kan?”
“Nggakkk! Udah cepet, tutup mata!”
“Ya.”
Satu... dua... tiga. Haidan memperlihatkan hadiah kecilnya di hadapan Arjuna. “Sekarang udah boleh buka mata.”
Begitu Arjuna melihat hadiah dari kekasihnya, raut wajahnya berubah menjadi sangat senang. Ia memberikan senyuman yang manis. Haidan memberi bunga bouquet itu kepadanya.
“Gimana...? Suka nggak? Maaf kalau nggak banyak, aku—”
Cup!
Sebuah kecupan ringan mendarat di pipi Haidan. “Aku suka. Thank you,” ucap Arjuna dengan senyuman yang belum memudar. “S-serius?” tanya Haidan. “Iyalah, goblok! Masa hadiah dari pacar sendiri nggak suka?”
Lalu, Haidan langsung memeluk pinggang mungil milik lelaki itu. “Hehehe, iya sayang. Makasih udah mau nerima hadiah dari aku,” ucap Haidan dengan suara lembutnya. Tak pernah gagal membuat hati Arjuna meleleh.
“Ya, sama-sama. Masuk dulu, aku baru masak banyak tadi.”
“Widih, pacarku ternyata bisa masak!”
“Orang dari dulu anjir, gue sleding lo lama-lama.”
“Hehe, ampun Jun.”
Kedua lelaki itu pun memasuki ruang tamu dari kost milik Arjuna. Sudah tercium jelas; wangi masakan Arjuna di hidung Haidan. Baunya enak sekali.
“Kita makan dulu ya? Aku laper cil,” ajak Haidan. Dibalas dengan anggukan oleh Arjuna, Haidan langsung duduk di kursi dekat meja makan—dan langsung melahap daging di hadapannya itu.
Arjuna yang melihatnya memakan sangat lahap, tanpa sadar kedua sudut bibirnya terangkat. “Makan yang banyak, babe.“
Haidan langsung tersenyum kepadanya, walaupun mulutnya masih dipenuhi dengan makanan. “Sini ikut makan bareng aku,” ucap Haidan. “Iya, ini aku mau makan juga kok.”
Selesai kegiatan makan-makan, kedua perut mereka pun sudah terisi sempurna oleh banyaknya makanan yang mereka lahap tadi. Rasanya kenyang.
“Cil,”
“Hm?”
“Liat kembang api di teras, mau?”
“Ayooo!”
Kedua insan itu akhirnya keluar dari ruangan, dan duduk di area teras kost. Malam ini terasa sejuk, membuat Haidan langsung memandang kekasihnya—yang hanya memakai atasan kaos dan celana pendek se-lutut.
Jeder! Jeder! Jeder!
Kembang api yang sepertinya milik tetangga, terdengar sangat keras dan terlihat indah. Menghiasi langit malam yang gelap itu.
“Pakai jaket aku, lagi dingin soalnya,” ucap Haidan sembari memakaikan jaketnya di tubuh Arjuna. “Modus,” balas Arjuna. “Biarin, toh sama kamu doang.”
Lagi-lagi, ucapannya berhasil membuat Arjuna tersenyum malu. Pipinya juga memerah sedikit. “Cie, salting ya?” goda Haidan. “Idih, ge-er!” gerutu Arjuna. Padahal tebakan Haidan benar.
Cup!
Haidan mengecup bibir Arjuna. “Jangan galak-galak, nanti gemesnya ilang loh,” goda Haidan. “Nggak ada yang peduli,” ucap Arjuna.
“Aku. Aku peduli. Kamu marah, seneng, sedih, atau ngerasain apapun itu, aku selalu peduli.”
“Masa?”
“Jelas dong!”
“Then kiss me, tapi lebih lama.”
“Cih, nggak nyambung.”
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas, Haidan langsung mempertemukan kedua bibir mereka. Ya... walaupun ucapannya tadi sedikit bertolak belakang dengan kelakuannya.
Biasalah, karena gengsi.
Lalu, Haidan memiringkan kepala sedikit agar mempermudah ciumannya. Kedua lengan Arjuna pun dilingkarkan ke leher Haidan.
Mereka tidak peduli jika ada yang melihat mereka seperti ini.
Hanya langit malam, bintang dan kembang api yang menjadi saksi bisu kedua insan itu. Indah sekali. Hingga saatnya Arjuna kehabisan nafas, yang membuat Haidan langsung melepaskan tautan mereka.
“Maaf kelamaan...”
“Gapapa, aku suka kok.”
“Bener nih?”
“Iya, Haidan.”
“Aww, gemes banget pacar gue!”
Dan pada akhirnya, Haidan dan Arjuna menikmati malam itu sembari berpelukan di teras—serta memandangi kembang-kembang api yang menandakan tahun baru telah di mulai.
“Cil,”
“Ya, kenapa?”
“Promise me, that we will stay together until the end.“
“I promise.“
written by kalacaffe.