how i look at you.

CW // slight kissing, harsh words.

Setelah melihat pesan dari Haidan, Ia langsung tersenyum kecil. Lalu, tak lupa untuk membalasnya juga. Arjuna berangkat menggunakan motornya, seperti biasa. Hari ini cuaca tidak terlalu cerah, sehingga Arjuna harus berburu-buru untuk sampai ke sekolahnya.

Sesampai di sekolah, Ia memarkirkan motornya dan berlari masuk ke dalam kelas. Ia melihat teman-temannya berkumpul di suatu meja dan langsung menghampiri mereka. “Tumben lo nggak sampai duluan,” ucap Jiandra. “Haha, iya.. Agak lost aja gue tadi, masih rada ngantuk,” balas Juna.

Triinnnggggg!!

Bel sekolah berbunyi. Menandakan sudah waktunya untuk memulai proses belajar dan mengajar. Semua murid saat ini masih sedikit ngantuk di pagi hari ini.

Saat gurunya menjelaskan, Arjuna bukannya memperhatikan gurunya, Ia malah melihat ke arah Haidan secara diam-diam. Untungnya, Revaleaz berada di urutan meja paling belakang. Ia melihat semua fitur-fitur wajah lelaki itu. Terutama rahangnya yang tajam.

“Ngapain ngeliatin gue tuh?” tanya Haidan, berbisik. Sial, Arjuna tertangkap. “Dih, m-mana ada? Ke-geeran lo,” bisik Juna balik. Haidan hanya tertawa kecil tanpa suara, supaya tidak ketahuan oleh guru yang sedang mengajar.

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya Arjuna tidak begitu kesal dengan ke-usilan ataupun tingkah Haidan. Itu hanya salah satu caranya untuk menutupi perasaannya yang secara pribadi terhadap Haidan. Di luar terlihat kesal, padahal nyatanya Ia sedang salah tingkah.

Keduanya memliki sifat yang berbeda, kecuali ke-gengsiannya. Haidan suka usil, bertingkah. Tapi Arjuna? Ia mudah emosi dan lebih.. tenang? Pokoknya jauh lebih bisa diatur jika dibandingkan dengan Haidan. Bisa dikatakan, mereka saling melengkapi.

Kenyamanan yang mereka rasakan saat bersama itu indah. Walaupun kedua lelaki itu saling meragukan perasaan mereka, tak pernah sekalipun Haidan atauapun Arjuna menyerah. Mereka saling mencari tahu sifat, kepribadian, hal yang disukai maupun tidak disukai. Supaya nanti, saat mereka sudah siap untuk menjalin hubungan secara romantis, mereka hanya tinggal menjalankannya.


Akhirnya, beberapa pelajaran telah usai. Waktunya untuk istirahat dan makan siang. “Juna!” panggil Haidan. “Kenapa?” tanya Juna. “Jangan lupa traktir,” ucap Haidan. “Iya-iya dah, ayo ke kantin.”

Mereka berdua berjalan bersampingan. Haidan juga tidak sesekali saja melihat-lihat Arjuna yang berada di sampingnya. “Ada apa di muka gue?” tanya Arjuna, Ia sadar bahwa dari tadi Haidan mencuri-curi pandangan terhadapnya. “Coba sini lihat gue,” ucap Haidan.

Arjuna pun menuruti kata Haidan. “Cepet,” ucap Arjuna. “Sebentar anjir, sabar ngapa dah,” balas Haidan. Tiba-tiba wajah Haidan mendekat, dan..

Cup!

Sebuah kecupan singkat mendarat di pipinya. Haidan tertawa kecil karena melihat wajah Arjuna yang memerah. Sahabatnya itu sedang malu, malah ditertawakan. “Maaf, lo gemes banget soalnya Jun,” ucap Haidan. Ia langsung menlanjutkan langkahnya, meninggalkan Arjuna di belakang.

“W-woi! Tungguin gue bangsat!”

Setelah kejadian itu, Haidan sebenarnya sedikit khawatir. Bagaimana bila hubungan persahabatan mereka menjadi rusak karena perbuatannya? Ia harus apa nanti? Semua pertanyaan tersebut timbul secara satu-persatu di benaknya.

Di sisi lain, Arjuna merasakan kupu-kupu di dalam perutnya. Belum pernah Ia dikecup oleh satu orang pun. Apalagi pelakunya adalah sahabatnya sendiri. “Gue.. bisa gila,” batinnya.

Tanpa lama, Arjuna membelikan cilok sebungkus untuk Haidan sambil bersikap malu-malu. Ia masih tidak bisa melupakan kejadian tadi. “Thanks ya, Jun,” ucap Haidan. “Hah? B-buat apa?” tanya Arjuna. “Ya.. buat cilok ini lah, sama yang tadi hahaha,” jawab Haidan. Bisa-bisanya Ia masih bisa tertawa ringan di hadapan Arjuna.

“Nggak usah ketawa lo, bau!”

“Cie, bilang aja lo salting elah,”

“Bodo,”

Haidan menggigit ciloknya sembari terkekeh. Ia juga sesekali mengelus tengkuk Arjuna karena rasa gemas terhadapnya. “Tapi lo suka kan?” tanya Haidan. “Kaga usah bahas itu lagi,” ucap Arjuna. “Hahaha, iya deh, ngalah sama lo lagi cil,” balas Haidan.

Tiba-tiba, sekumpulan teman-temannya menghampiri mereka berdua. “Widih, ada yang lagi cinlok nih?” goda Jiandra. “Diem Ji, takut si maung marah tuh, mukanya aje udah serem macem valak gitu,” ucap Jendra. “Sekali lagi ngomong, gue jadiin lo berdua martabak,” ancam Arjuna dengan muka kesalnya. Tapi sayangnya, bagi Haidan.. itu adalah suatu hal yang menggemaskan.

“Eh, by the way busway, pacar lo ke mana Ji?” tanya Haidan, basa-basi. “Oh, si Ale? Biasalah, lebih suka di kelas dia mah. Nyatet gitu-gitu,” jawab Jiandra. “Noh, contohin si Kale. Jangan males-malesan lo pada,” ucap Arjuna. “Emang lo sendiri kaga, Jun?” tanya Alen.

“Hadeh, gue mah anak rajin!” seru Arjuna. “Udah weh, nanti lo semua dijadiin martabak sama ini bocil,” goda Haidan. Arjuna hanya memutar bola matanya, berusaha menahan emosinya.

Mereka semua tertawa melihat wajah Arjuna yang kesal. Suka sekali menggoda anggota paling tua band mereka. Alasannya? Seru, dan karena mereka sudah begitu dekat.

“Udah yuk, balik ke kelas. Bel udah bunyi juga,” ajak Jendra. “Kuy lah,” balas yang lainnya. Haidan dan Arjuna beranjak dari kursi, lalu mengikuti teman-temannya dari belakang. Sebenarnya, saat ini.. Haidan ingin menggapai tangan mungil Arjuna dan menggenggamnya dengan erat. Tapi, itu untuk lain kali saja. Semoga bisa tercapai.

written by kalacaffe.