i think.. you're cute.

CW // harsh words.

Haidan, Arjuna, Jendra dan Jiandra. Mereka berempat sudah bersahabat dari kecil, lebih tepatnya dari TK. Keesempat lelaki itu juga sedang jatuh cinta kepada pujaan hati masing-masing. Terutama Haidan dan Arjuna, mereka sudah saling suka sejak SMP. Tetapi, keduanya terlalu gengsi untuk menunjukkan perasaan asli masing-masing.

Mereka membentuk sebuah band yang bernama Revaleaz Band. Ketua mereka adalah Jendra, juga seorang bassist. Jiandra, seorang lead gitarist. Haidan di posisi drummer dan terakhir, Arjuna di posisi keyboardist. Lalu, tak lama kemudian, mereka menambahkan anggota di dalam band tersebut. Bernama, Alen.. seorang rhythm gitarist.

“Woi, Juna!”

“Apaan?!”

“Beli cilok mau?”

“Tapi lo yang traktir,”

Sebagai respon, Haidan mengacungkan jempol. Kedua Adam tersebut berjalan bersama ke arah kantin karena sudah waktunya jam makan siang di sekolah mereka. Dengan reflek, Haidan merangkul bahu Arjuna. Suatu aksi yang normal di antara hubungan persahabatan.

Tapi.. tanpa Haidan sadari, kelakuannya membuat jantung Arjuna berdetak dengan cepat. Jarak mereka begitu dekat secara bersampingan.

“Jun.. mau beli berapa?” tanya Haidan. “O-oh iya, kenapa?” tanya Arjuna balik, kembali dari lamunannya. “Hadeh.. fokus dong! Lo mau beli berapa cilok gue tanya?” ulang Haidan. “Satu aja,” ucap Arjuna. “Oke deh,” balasnya. Haidan pun membeli cilok untuk masing-masing dengan uangnya.

Lalu Ia memberikan salah satu ciloknya kepada Arjuna. “Nih udah gue bayar, jangan lupa habisin,” ujar Haidan. “Iye, punya lo juga bakal gue makan kali,” balas Juna. “Somplak ah lo!” celetuk Haidan, kesal dengan balasan Juna. “Bercanda hehehe,” ucap Juna, Ia malah cengengesan.

Setelah mendapatkan jajanan yang mereka inginkan, mereka berjalan kembali ke dalam kelas. Untungnya, tempat duduk Haidan persis di sebelah Arjuna.

By the way Dan,”

“Kenapa?”

“Lo.. masih inget pas gue pindah sekolah nggak?”

“Masih, pas SD kan? Terus kita kumpul bareng lagi pas kelas SMP 3 and Jendra bikin band itu,”

Arjuna mengangguk sembari mengunyah makanannya. “Emang kenapa? Tiba-tiba bener lo nanya begituan?” tanya Haidan. “Gapapa sih.. gue cuman penasaran aja kalian gimana kabarnya pas gue terpaksa pindah sementara karena perjalanan bisnis orangtua gue,” jawab Arjuna.

“Ya.. gimana ya,” Haidan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebenarnya, saat itu Haidan rindu sekali terhadap sahabatnya, Arjuna. Ia paling dekat dengannya di antara mereka. “Baik-baik aja sih Jun, gue jadi bisa bebas juga,” ucap Haidan, biasalah Ia sengaja usil. “Bodo ah,” ujarnya. Haidan tertawa kecil karena Ia selalu berhasil membuat Arjuna kesal dengan ke-usilannya.

Tiba-tiba, Haidan berdiri dan berjalan ke arah depan meja Arjuna. “Ngapain lo?” tanya Arjuna, mengangkat wajahnya seraya melihat Haidan. Tangan kiri milik Haidan digunakan untuk mengusap-usap rambut Arjuna dengan perlahan. “Nggak usah ngambek gitu, kaya cewek aja lo,” ucap Haidan. “Idih,”

“Nanti gue beliin es krim deh,”

“Martabak,”

“Malah ngelunjak.. yaudah, gue beliin martabak nanti. Keju manis kan?”

“Hu'um.”

Ketika sudah selesai beradu mulut, Haidan kembali ke tempat duduknya. Ia melihat Arjuna yang masih menopang dagunya di atas meja. “Gemes,” pikirnya. Kemudian teman-teman lainnya seperti Jendra, Jian dan Alen kembali ke kelas tersebut. “Kenapa tuh anak?” tanya Jendra, menunjuk Arjuna. “Biasalah Jen, palingan si Haidan iseng lagi,” celetuk Jian. “Bener juga lo.”

Bel sekolah telah berbunyi kembali, menunjukkan sudah waktunya untuk pelajaran berikutnya dimulai. Yaitu pelajaran yang paling tidak disukai murid-murid.. mata pelajaran matematika. Sungguh memusingkan.


Akhirnya, setelah berjam-jam di sekolah, tibalah waktunya untuk pulang ke rumah dan istirahat. Namun tidak sama halnya dengan Haidan, Ia memiliki hutang membelikan martabak untuk Arjuna sesuai perkataannya tadi. “Mau pergi beli barengan atau gue anterin ke rumah lo?” tanya Haidan sembari merapikan mejanya.

”..areng aja,”

“Apa tadi?” tanya Haidan, tidak mendengar perkataan Arjuna dengan jelas. “Bareng aja! Budeg ya lo?” celetuk Juna. “Santai dong bos! Ayo pergi bareng, tapi motor lo gimana?”

“Ya.. naik motor masing-masing lah! Masa boncengan?”

“Oh hahaha, oke-oke deh. Yuk?”

Sebenarnya, Haidan ingin ucapan Juna terjadi sungguhan. Tapi sudahlah.. Ia mengalah dengan ekspetasinya yang terlalu tinggi itu. Mereka berdua menaiki motor milik masing-masing untuk ke tempat penjual martabak. Hanya butuh sekitar lima-belas menit, tidak terlalu jauh dari sekolah mereka.

Sesampainya di tempat tersebut, Haidan dan Arjuna memarkirkan kendaraan mereka. Haidan langsung memesan martabak satu kotak rasa keju manis; kesukaan Arjuna. Sembari menunggu pesanannya, kedua lelaki itu sibuk dengan ponsel masing-masing.

“Atas nama Kak Juna!”

Haidan langsung beranjak dari tempat duduknya dan mengambil pesanannya. Lalu, Ia berikan kepada Arjuna. “Nih, habisin. Hari ini dompet gue tambah kering gara-gara lo,” keluh Haidan. “Halah, siapa suruh tadi nawarin martabak?” Arjuna mendecak kesal. Karena merasa Arjuna menggemaskan saat kesal, Haidan langsung mengacak-acak rambutnya dengan lembut. “Yuk pulang,” ajak Haidan.

“Rambut gue jadi berantakan gara-gara lo bangsat!” bisik Arjuna dengan kesal.

“Biarin, lo lucu soalnya.”

Tanpa sadar, kedua pipi Arjuna terasa panas. Ia berhenti meresponi Haidan dan mengalah saja. “Tuh kan,” ucap Haidan. “A-apa lo?!” celetuk Arjuna. “Hahaha, udah ayo pulang, keburu hujan nanti.”

Keduanya pun pulang ke rumah masing-masing setelah beradu mulut di tempat penjualan martabak itu. Haidan merasa sangat senang hari ini, karena Ia sempat pergi dengan gebetan-nya walau hanya sebentar. Ia suka saat Arjuna merasa kesal karena ke-isengannya. Menurutnya, itu adalah suatu hal menggemaskan dan menyenangkan untuk dilihat.

Ia juga tahu, walaupun Arjuna adalah seseorang yang mudah emosi, Arjuna mempunyai hati yang lembut. Maka karenanya, Haidan jatuh hati kepada sahabatnya sendiri, Arjuna Loknantara.

written by kalacaffe.