jeano's clingy mode.

just a regular (clingy) day with jeano and rain. CW // kissing.

“Sayang.. good morning,” ucap Jeano dengan suara seraknya. Ia masih melingkari tangannya pada pinggang mungil milik Rain. Dari malam kemarin hingga pagi hari ini, Jeano menginap sementara di rumah kekasihnya. Alasannya? Tentu, karena Ia rindu.

Kekasih kecilnya masih tertidur lelap, membuat Jeano merasa gemas dengannya. Ia pun mengecup puncuk kepala Rain; yang justru membuat Rain bangun dari tidurnya. “Sekarang masih jam berapa...?” tanya Rain, sembari mengusap-usap matanya. “Masih jam delapan pagi kok,” jawab Jeano dengan senyumannya.

Tangannya menyisir rambut kekasihnya dengan perlahan, “Masih ngantuk hm?” tanya Jeano. Yang lebih kecil mengangguk sebagai jawaban. Mereka berdiam sesaat seraya mengumpulkan nyawa untuk sadar kembali dari dunia mimpi.

Kruk... kruk.. kruk...

Suara perut Jeano terdengar jelas karena suasananya yang sedang sunyi. Rain yang mendengarkan tertawa kecil dan mengusap-usap perut Jeano. “Kamu laper?” tanya Rain, masih tertawa sedikit. “Hehe, iya,” jawabnya sembari menyengir. “Mau makan apa?” tanya Rain lagi.

Jeano terdiam sesaat untuk berpikir. “Hmm... sandwich aja?” Ia menatap kekasihnya dengan mata berbinar. “Yaudah, boleh. Kamu lepas dulu pelukannya, aku mau bangun,” ucap Rain. Tetapi, bukannya Jeano melepaskan pelukannya terhadap pinggang kekasihnya, Ia justru mengeratkannya.

“Nanti aja, masih mau pelukan,” ucap Jeano, lalu Ia menyembunyikan kepalanya pada leher sang kekasih kecil. “Hadeh... terus kamu mau makan apa nanti? Udah bunyi gitu pula perutnya,” balas Rain. Ya... ini adalah hari-hari di mana Jeano sedang manja.

Salah satu kebiasaan yang Jeano miliki adalah menghirup aroma wanginya leher Rain. Katanya, wanginya seperti bayi yang baru saja mandi. Sedikit aneh, memang. “Lepas dulu ih! Aku mau bikinin kamu makanan,” ujar Rain, Ia berusaha mendorong kekasihnya supaya dirinya bisa bebas.

“Tapi ada syaratnya.” Tiba-tiba ada suatu ide muncul di benak Jeano. Biasalah, Ia suka menggoda kekasihnya ini sampai puas.

“Cepet, apa?”

“Cium dulu di sini,” ucap Jeano sembari menunjuk bibirnya.

Rain memutar bola matanya dengan malas dan menghembuskan nafas. Ia menangkup pipi kekasihnya, lalu mendekatkan wajahnya secara perlahan-lahan karena dirinya tidak suka buru-buru.

Cup!

Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir kering Jeano. Setelah selesai memenuhi 'syarat' Jeano, Ia langsung beranjak dari kasurnya. Meninggalkan Jeano yang masih tersenyum penuh kemenangan setelah mendapatkan apa yang Ia mau.


Kini, Rain sedang menggunakan celemeknya sambil berdiri di depan meja. Ia mengeluarkan ponselnya dan mencari tahu bahan-bahan yang harus digunakan untuk membuat sandwich. Setelah mendapat resep yang tepat, Ia langsung bergerak kesana-kemari; dari lemari atas dan bawah hingga kulkas.

Beberapa menit pun berlalu, semua bahan yang akan Ia pakai sudah berada di atas meja. Sebelum tangannya mulai bergerak mengambil roti gandum, sebuah ide muncul di pikirannya; bak bohlam yang seketika bernyala.

Kedua kakinya bergerak lagi ke arah kulkas, lalu mengambil satu butir telur. Ia berjalan ke area kompor; mengambil sebuah teflon dan spatula stainless steel sebagai alat untuk menggoreng. Tangan kanannya memecahkan kerak telur dan menggorengnya pada atas teflon. Ia menunggunya sementara hingga setengah matang.

Di sela-sela kegiatan masaknya, tiba-tiba ada seseorang yang memeluk dirinya dari belakang. “What are you making?” suara berat yang khas itu terdengar jelas di telinga Rain. “Telur setengah matang, you like that right?

“Iya dong, kan kamu paling tau sesukaan aku,” balas Jeano. Kekasihnya yang tinggi itu menaruh kepalanya di pundak Rain; sembari melihatnya memasak. “Diem dong, geli tau!” seru Rain. Jeano sengaja meniupi bagian leher Rain karena ada niat menggodanya. “Hehehe, iya maaf sayang.”

Telur yang sedang digoreng sedari tadi pun sudah jadi. Rain langsung mengangkatnya dan menaruhnya di atas piring. Ia berjalan kembali ke arah meja tadi, dengan Jeano yang masih menempel dengan dirinya.

“Kamu harum banget,”

“Memang,”

“Makannya aku suka nempel ke kamu.”

“Terserah deh.”

Mendengar kekehan Jeano, Rain tidak mengubrisnya dan tetap fokus membuat sandwich untuknya. Kedua tangannya kembali bergerak; mengambil dua roti gandum serta bahan-bahan yang akan dimasuki ke dalamnya. Jeano melihatnya sembari tersenyum lembut.

Rasanya sangat nyaman dan hangat di pagi hari ini. “Nih, udah jadi. Cuci tangan dulu baru makan,” ucap Rain. “Siap!” balas Jeano.

Setelah Jeano mencuci tangannya, Ia langsung duduk dan memakan sandwich buatan kekasihnya yang indah itu. “Thank you babe!” ucap Jeano sebelum melahap makanannya. “You're welcome, dihabisin yaa~” balas Rain dengan senyuman manisnya.

Rain hanya duduk di sebelahnya sambil memandang Jeano yang sedang memakan sandwich bikinannya.


Kegiatan memasak dan makan tadi akhirnya telah usai. Jeano mengajak Rain untuk kembali ke dalam kamar lagi—yang sepertinya Ia masih dalam mode manja.

Rain berbaring terlebih dahulu, baru Jeano ikut berbaring di sebelahnya. Kedua lengannya langsung memeluk pinggang mungil itu lagi. Kepalanya juga Ia sembunyikan di bagian leher Rain.

“Masih kangen?”

“Masih.”

“Coba lihat aku, Je.”

Jeano langsung menatap kekasihnya. Ibu jari Rain mengusap-usap pipi Jeano dengan lembut. “Gantengnya,” puji Rain. “Of course! Kan pacar kamu,” ucap Jeano, lalu diikuti tawaan ringan.

Tanpa lama kemudian, bibir Rain menempel pada bibir milik Jeano. Keduanya saling berciuman dengan pelan dan lembut. Pada akhirnya, Jeano tetap berhasil mendominasi ciuman tersebut.

Hingga tepat di mana Rain memukul dada Jeano karena kehabisan nafas. “Gemes banget pacar aku,” puji Jeano seraya mengusap surai Rain. “Jadi bikin aku tambah sayang sama kamu.”

Kedua pipi sang kekasih langsung memerah seperti tomat. Sesering apapun Jeano memuji Rain, Ia tetap berhasil membuatnya malu dan tersipu.

“Kapan kamu mau mandi?”

“Nanti aja, males tau...”

“Jeje bau ih!”

written by kalacaffe.