spending today with you.

— H-1 before the wedding.

Pada pagi hari yang cerah ini—satu hari sebelum hari pernikahan mereka—Ale mengajak Jian untuk mengunjungi suatu tempat yang sudah ia ingin kunjungi sejak dulu. “Ayo ke sanaaa! Kamu mau 'kan?” ajak Ale, menunjuk layar laptopnya yang memperlihatkan website tempat tersebut. Ale menatap Jian dengan mata yang berbinar, mengharapkan pemuda itu untuk luluh dengan tatapannya.

Jian sekarang di tengah-tengah perasaan khawatir dan stress untuk besok. Padahal semuanya sudah tertata dengan rapi. Ia menatap Ale sejenak, melihat sosok menggemaskan itu yang menatapnya dengan penuh berharap untuk mengunjungi tempat tersebut. “Yaudah, ayo ke situ,” ucap Jian. Akhirnya ia luluh juga.

Tangan Ale meraih tangan Jian, lalu kedua netranya menatap Jian dengan lembut. “Kamu nggak perlu khawatir buat besok. Aku yakin, besok bakal berjalan lancar. Sekarang kita santai dulu aja ya? Biar kamu nggak terlalu stress juga,” ungkapnya. Kini Jian merasa lebih tenang karena mendengar ucapan Ale. Ia mengelus surai pemuda itu; tak lupa mengecup keningnya sebagai tanda terima kasih.


We're finally here!” seru Ale dengan semangat 45. Ia menarik lengan Jian untuk mencari spot duduk yang nyaman. Di tempat ini, udaranya terasa segar, banyak sekali pohon dan tanaman lainnya, burung-burung berkicau dan sinar matahari yang tidak terlalu terik. Yap! Mereka sedang berada di taman yang sangat luas. Bahkan di taman ini ada ladang bunganya yang berwarna-warni. Sangat indah untuk dilihat.

Jian terkekeh saat melihat Ale melompat-lompat kecil karena bahagia. Sungguh terlihat seperti anak kecil. “Jangan lompat-lompat mulu, Le. Nanti kamu jatuh, gimana?” tegur Jian. “Nggak bakal kok, 'kan aku lompatnya kecil, nggak mungkin jatuh gitu,” balas Ale yang hanya dianggukan oleh Jian.

“Duduk di bangku itu, mau nggak?” tanya Jian sembari menunjuknya. “Sure! Kaki aku agak pegel juga hehehe,” jawab Ale. Akhirnya mereka berdua duduk di bangku taman itu. Lalu, Jian tiba-tiba mendapatkan ide untuk membuat sesuatu. Ia berdiri dan mencari bunga-bunga. Aksinya membuat Ale bingung. “Aku mau bikinin kamu sesuatu,” ucap Jian.

Setelah beberapa menit, Jian akhirnya selesai. Ia membuat sebuah flower crown untuk Ale. Bunga-bunga itu berwarna-warni dan semuanya cocok dengan Ale. Kemudian ia memakaikan hiasan tersebut di atas kepala Ale.

“Cantik. Tapi sayangnya, bunga-bunga yang ada di kepala kamu itu kalah cantiknya sama kamu.”

“Sumpah, aku nggak akan pernah bisa berhenti muji kamu cantik, Le.”

“Karena itu faktanya. Dan semua orang harus tau kalau Ale yang tercantik-gemes-lucu-ganteng-pinter itu cuman milik Jian.”

Setelah mendengar semua omongan Jian, kedua pipinya terasa hangat. “Cie, salting yaa?” ledek Jian. Ia menoel-noel pipi gembul milik Ale. “Diem Jian. Aku malu,” ujar Ale. Jian tidak bisa berhenti tersenyum melihat Ale yang tersipu seperti itu. Kalau saja di taman ini tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua, Jian mungkin sudah memberinya banyak ciuman ringan pada pipi Ale.

Tiba-tiba di tengah-tengah percakapan mereka, ada orang yang berjualan es krim menggunakan gerobak. Jian langsung menghampiri gerobak itu dan membeli dua batang es krim. “Mbak, saya mau yang ini sama ini. Jadinya berapa?” kata Jian. Sejujurnya, mbak-mbak yang menjual es krim itu ketar-ketir karena melihat ketampanan Jian.

Awalnya sih, saya mau nanyain nomernya berapa. Ehh tapi di belakang udah ada yang ngawasin, mana lebih cantik lagi. Jadinya gagal deh, saya juga takut diamuk. Masih sayang sama nyawa,” batin Mbaknya sembari memberi uang kembalian. “Makasih Mbak,” ucap Jian sembari tersenyum ramah. Kemudian dirinya berjalan kembali ke arah Ale dengan dua batang es krim yang berada di pegangannya.

Ale tersenyum lebar saat melihat Jian membelikan es krim kesukaannya. Es krim yang bercampur dengan oreo! Sungguh menyegarkan dan manis. “Thank you Jian,” ucap Ale. Ia langsung melahap es krim itu dengan senang hati. “Hahaha, my pleasure. Makannya pelan-pelan dong, tuh es krimnya jadi kemana-mana,” timpal Jian. Dirinya mengeluarkan sebuah tisu dan menyeka sekitar bibir Ale yang kotor.

Gemes. Dari dulu sampe sekarang, nggak ada bedanya. Tetep aja gemes, cuman sekarang kadar gemesnya makin naik,” batin Jian. Tanpa sadar, kedua sudut bibirnya terangkat hanya karena melihat Ale. “Jangan ngeliatin aku terus, es krimnya habisin,” ujar Ale. Jian hanya mengangguk dan terkekeh karena pemuda di depannya itu semakin hari semakin menggemaskan.


Setelah kegiatan memakan es krim dan bercandaan, keduanya kini terdiam menikmati langit malam ini. Jian berdiri terlebih dahulu, yang kemudian diikuti oleh Ale. Ia mengulurkan tangannya dan digenggamnya tangan Ale dengan lembut. Jian dan Ale berjalan-jalan di sekitar taman sembari bercakap-cakap ringan. Untungnya, udara malam ini terasa sejuk.

Babe.

“Ya?”

“Lihat langit coba.”

Ale mendongakkan kepalanya ke atas. Ia melihat bulan sabit yang terlihat indah. Lalu tidak lupa bintang-bintang kecil yang bersinar itu—menghiasi seluruh langit—tetapi kalah dengan mata Ale yang lebih indah dan seperti memiliki bintang-bintang di dalamnya. Jian mengalihkan pandangannya ke Ale dan tersenyum. Ia mengusap-usap rambut Ale.

So, what do you think?

It's beautiful. Aku udah lama nggak perhatiin langit gara-gara selalu sibuk sama semua hal.”

“Gapapa. Tapi kamu tau sesuatu nggak?”

“Apa?”

“Mata kamu ... kaya ada bintangnya. Seolah-olah ada universe yang luas dan indah di situ. Tapi nggak cuman matanya kok. Menurut aku, semuanya yang ada di kamu itu indah, Le.”

“Heh! Udahan ih gombalnya!”

“Hahahaha, malu yaa? Cie Ale malu, utututu.”

“Jian berisik ah!”

Lalu Jian berhenti meledek Ale dan beralih merangkul kekasihnya itu. Tiap hari, tiap jam, tiap menit dan tiap detik, semuanya begitu berharga bagi Jian. Mengingat dirinya dulu yang mengejar Ale setengah mati membuatnya tertawa sedikit. Tetapi usaha tidak mengkhianati hasilnya. Buktinya, besok ia menjadi suami dari seseorang yang ia selalu cintai dari awal.

Cup!

Ale mengecup pipi Jian, lalu berlari karena malu. “Ale! Awas aja kamu ya! Aku kejar kamu sampe dapet!” seru Jian sembari berlari-lari mengejar Ale. Tak peduli jika ada yang melihatnya dan berpikir bahwa mereka aneh.

Namun karena Jian lebih kuat dan cepat, Ale kalah dan ia tertangkap oleh Jian. Mereka berdua pun tertawa lepas. “Hahaha, aku berhasil nangkep kamu!” seru Jian. “Iya deh iya, kamu menang,” ucap Ale dengan pasrah. Keduanya kembali berjalan lagi untuk mengimbangi nafas mereka. “Ale,” panggil Jian. “Hm?”

Jian menghentikan langkahnya dan Ale juga sama.

Cup!

“Sebagai balasan dari aku.” Jian mengecup bibir Ale, kemudian ia tersenyum meledek. Ale memukul lengan Jian karena ia malu jika tadi dilihat oleh orang-orang. Jian tidak berkata apa-apa lagi dan ia kembali merangkul Ale sembari berjalan-jalan menikmati angin semilir malam ini.

Mari kita berharap, semoga pernikahan mereka besok dapat berjalan dengan lancar.

written by kalacaffe.