under the rain.
casts: jeno as juno and jaemin as nathan. genre: teen-romance, fluff.
CW // slight kissing. harsh words.
Hari Senin. Hari yang paling tidak disukai oleh murid-murid karena malas kembali ke sekolah untuk belajar. Tidak sama halnya dengan Nathan. Ia bersemangat sekali pergi ke sekolah—eits, tapi bukan karena semangat untuk belajar, melainkan semangat untuk melihat crush-nya.
Juno Mahardika.
Nama yang selalu ada di pikiran Nathan. Menurutnya, lelaki itu begitu menarik perhatiannya. Ia bukan seorang berandalan-macam-geng-motor, tetapi lebih ke... ramah? Friendly, ke semua orang. Bahkan guru-guru menyukainya karena nilainya yang lumayan tinggi serta keterampilannya dalam memainkan alat musik gitar.
Ingin sekali dirinya dinyanyikan oleh Juno. Bayangkan saja, suaranya yang rendah dan lembut itu hanya di dengar olehnya, sembari memainkan lagu yang Ia suka, lalu diajak berkenc—oke, mari kita hentikan sampai situ. Intinya, Nathan sangat ingin dekat dengan Juno.
Masalahnya, untuk menghampiri Juno duluan saja butuh keberanian yang begitu besar. Apalagi menyatakan perasaannya? Aduh... tidak, pasti akan kacau nanti. Tetapi hari ini seperti ada sebuah keajaiban terjadi pada Nathan. Ia mendapatkan keberanian untuk mengajak Juno bertemu, hanya empat mata.
“Nggak ada salahnya untuk sesekali berani, 'kan?” omongnya sendiri sembari melihat cermin yang berada di toilet. “Lo harus bisa Nath, lo lakik bro! Harus berani duluan!” finalnya, sebelum pergi keluar dari toilet. Agaknya Nathan masih terlihat sedikit tertekan.
Dengan langkah beraninya, Ia sudah sedikit lagi sampai di mana Juno berada. Kini, manusia yang disukainya sudah berada di depan mata. Kebetulan lelaki itu sedang sendiri sembari membaca sebuah buku novel. Nathan menghembuskan nafas sebelum melangkah lagi. “Okay, here goes nothing.“
Tap... Tap... Tap...
Tiga langkah terakhir membuat dirinya berada tepat di belakang Juno yang sedang duduk. “Erm... J-Juno..?” panggilnya dengan pelan-pelan. Yang dipanggil pun menoleh ke belakang, hingga kedua netranya melihat wajah Nathan. “Iya? Eh, lo Nathan 'kan?” respon Juno. Nathan hanya bisa mengangguk sambil memasang senyuman manisnya.
“Ada apa Nath?” tanya Juno. Demi Tuhan! Mengapa Juno tampak menjadi lebih tampan jika dilihat dari dekat? Ia tidak boleh pingsan sekarang. Ayo kuatkan dirimu, Nathan. “G-gua... uhh...” ucap Nathan dengan terbata-bata. Ia merasa sangat gugup sekarang. Sekujur tubuhnya menjadi dingin sekali. “Hahaha, nafas dulu coba. Pelan-pelan aja, nggak usah buru-buru ngomongnya. Gua tungguin kok,” ucap Juno.
Karena ucapan Juno, bisa-bisa Nathan menjadi semakin jatuh hati dengannya. “Gua... mau ngajak lo ketemuan besok, bisa?” ucap Nathan. “Bisa. Mau ketemuan di mana, Nath?” tanya Juno. “Di kafe...? Eh bukan, di taman aja mau nggak...? Taman Roseville.” Lagi-lagi Nathan merasa gugup.
Tak lama kemudian, Juno memberi senyuman yang membuat kedua matanya sampai tidak terlihat. “Boleh! Habis pulang sekolah bisa? Gua ada sedikit urusan soalnya,” balas Juno. “I-iya, gapapa kok hehehe,” ucap Nathan.
“By the way, gua pergi dulu ya?”
“Iya. Omong-omong, maaf kalau gua ganggu waktu lo...”
“Nggak kok, santai aja. See you tomorrow!”
“See you!“
Saat berniat untuk berpisah, tiba-tiba Juno menghentikan langkahnya dan memanggil Nathan. “Hey Nath!” panggilnya.
“Ada apa?”
“Lo gemes!” Setelah mengatakan itu, Juno langsung berlari meninggalkannya karena malu.
Dan sekarang... Nathan merasa seperti Ia ingin berteriak sekencang-kencangnya, karena pujian yang dirinya dapatkan secara tiba-tiba dari gebetan-nya sendiri, Juno. Sensasi panas pun Nathan rasakan di area telinganya.
“Great job, Nath. Akhirnya step one selesai. Tinggal besok lo harus lebih berani.“
Menjelang malam, Nathan sedang berada di dalam kamarnya sembari rebahan di atas kasurnya. Biasalah, tipikal anak remaja kini. Ia memainkan ponselnya, membuka suatu aplikasi hingga menemukan postingan Juno—yang fotonya menunjukkan Juno sedang bermain gitar dan temannya—duduk di sebelahnya.
“Kaya kenal dah... Harsa bukan sih? Dari kelas IPS sebelah itu? Iya kali ya?” Ia berbicara dengan dirinya sendiri, lagi. Entahlah... sudah seperti kebiasaan bagi Nathan.
“EH ANJIR!”
Nathan terkejut dan panik. Ia tidak sengaja menekan tombol suka pada postingan Juno. Dengan secepat cahaya kilat, Nathan langsung meng-unlike postingan gebetan-nya. Siapa juga yang tidak panik jika mengalami hal yang sama seperti itu?
“Buset dah, nyawa gua hampir melayang bangsat,” umpatnya lagi. Ia langsung mematikan layar ponselnya dan beranjak dari kasurnya. Di hadapan cermin, Ia berbicara pada dirinya lagi.
“Gua harusnya nggak se-takut dan se-gugup ini, tapi kenapa iya? Kenapa anjir?!? Kalau besok gua jadinya nggak berani confess gimana?”
“Terus kalau gua udah confess dan gua ditolak atau dijauhin mentah-mentah gimana? Ah brengsek tai, gua pusing!”
Dirinya menjadi lemas dan kembali ke atas kasur. Sudah terlalu bamyak pikiran malam ini. “Oke, tenang Nath. Besok lo confess dengan santai aja, nggak usah mikir yang negatif.” Akhirnya, sesi berpikir berlebihan selesai.
Tanpa lama lagi, Nathan mematikan lampu mejanya dan memejamkan matanya supaya dapat pergi ke alam mimpi. Semoga saja besok rencananya berjalan dengan lancar.
Hari sudah terang, matahari menyinari seluruh daerah. Begitu Nathan bangun, Ia langsung bersiap-siap untuk sekolah dan tentu membuat dirinya se-tampan dan se-rapi mungkin. Hanya untuk hari ini, hari yang spesial baginya.
Baru saja Nathan sampai di kelasnya, Ia sudah merasa tidak sabar untuk menemui Juno nanti—saat selesai sekolah.
“Coba aja... kalau gua bisa mempercepat waktu,” batinnya. Benar-benar sudah tidak sabar. Jantungnya berdetak dengan amat kencang, membuatnya bercampur rasa gugup dan antusias di waktu yang bersamaan.
Sayangnya, Ia harus melewati kegiatan pembelajaran hari ini dahulu. Dua kata, malas dan membosankan. “Huh...” Nathan menghembus nafas pasrah sebelum menaruh kepalanya di atas meja.
Ada-ada saja murid satu ini.
Ding... dong...!
Bel sekolah akhirnya berbunyi. Menandakan bahwa jam sekolah untuk hari ini telat usai. Semua murid pun membereskan meja mereka dan pulang ke rumah masing-masing.
Kecuali Nathan. Ia membereskan mejanya, tetapi tidak langsung pulang. Melainkan ke Taman Roseville; taman yang berada di dekat sekolah.
“Ah elah, sialan! Malah hujan lagi,” umpatnya, sembari menggunakan tasnya supaya kepalanya tidak terkena air hujan. Ia langsung berlari ke taman itu dan mencari pohon beringin untuk berteduh di bawahnya.
Beberapa menit Nathan menunggu di bawah pohon beringin tersebut. Rasa putus asa mulai perlahan menyelimutinya. “Dia lupa kali ya? Atau memang nggak mau ketemu gua?” Pertanyaan-pertanyaan itu mulai muncul di kepala Nathan.
“Kata siapa gua lupa?”
Secara tiba-tiba, sebuah suara yang tidak asing terdengar di kuping Nathan. “Kata siapa gua nggak mau ketemu sama lo, Nath?” Awalnya, Nathan merasakan rasa putus asa. Ternyata... semesta sedang berpihak kepadanya.
Juno datang. Juno ingin menemui Nathan.
“Udah dari kapan lo di sini?” tanya Nathan. “Dari tadi. Well, gua selalu tiba lima menit lebih awal. Sorry for not telling you at first,” jawab Juno. “It's alright.“
Beberapa detik ini dipenuhi dengan kesunyian. Sedikit canggung karena mereka jarang sekali berkomunikasi satu dengan yang lainnya.
“Jadi... lo kenapa ngajak gua ketemuan?”
“Oh, iya. Itu... erm... a-anu...”
“Apa Nath?”
Tuh kan. Gugup lagi. Sial.
“Lo masih butuh waktu ya? Kalau gitu gua duluan aja.”
“M-maksud lo?”
“Gua mau ngomong sesuatu juga ke lo. Jadi... udah sekitar 3 tahun semenjak gua suka lo, Nathan. Gua selalu coba buat ramah ke lo, ngobrol sama lo. Tapi, lo selalu ngehindar dari gua, Nath. Dan gua kadang suka mikir, apa lo il-feel sama gua? Atau risih sama kelakuan gua? Tapi semua pikiran itu selalu gua coba singkirin. Intinya, sampe sekarang pun gua masih suka lo. Gua seneng banget saat lo kemarin nyamperin gua duluan, bahkan ngajakin gua ketemuan. Gua nggak berharap lo balas perasaan gua, tapi—”
“Gua juga sama lo. Gua suka banget sama lo, Juno. Udah dari lama, entah berapa tahun gua suka lo secara diem-diem.”
Keduanya tersenyum malu dan merasakan kebahagiaan pada hari ini. Ternyata, selama ini usaha mereka tidak sia-sia.
Tangan kanan Juno mengusap-usap pipi Nathan, dan wajahnya juga Ia dekatkan secara perlahan. “May I?” tanya Juno. Nathan mengangguk dan tersenyum kecil.
Mereka pun berciuman, di bawah langit yang menurunkan air hujan. Kedua lelaki itu saling berbagi rasa cinta dan kebahagiaan di saat yang sama. Juno pun melepaskan tautan mereka dan tersenyum lembut.
“So, Nathan... will you be mine?“
“You don't need to ask that anymore, hahaha.“
Hari itu adalah hari yang paling bahagia untuk Nathan dan Juno. Siapa sangka mereka ternyata saling mempunyai rasa suka? Ralat, rasa cinta.
Juno mengusap-usap surai Nathan dengan lembut sembari menatapnya dengan penuh perhatian. Dunianya sudah beralih kepada Nathan. Sang pemilik hatinya, sekarang.
“Gemesnya,”
“Tau kok.”
“Kalau aku?”
“Aneh.”
“Untung aja aku sayang kamu,”
“Bercanda, kamu keren kok! Selalu keren di mata aku.”
Sometimes, life can be unpredictable. Many things happen, may or may not meet our expectations. Just like love; you don't know when will they love you just the way you love them.
written by kalacaffe.