what a feeling.
CW // harsh words.
“Sana pergi,”
“Memang gue mau pergi, idih,”
Keduanya membuang muka dan mempertahankan ke-gengsian mereka. Jujur saja, di dalam lubuk hati terdalam, mereka sebenarnya tidak ingin berpisah. Haidan, masih ingin memeluk Arjuna. Sebaliknya pun juga. Tapi sayangnya, rasa gengsi menutupi semua keinginan itu.
Akhirnya, Haidan beranjak dari kursinya dan keluar dari kamar milik Arjuna. Di sisi lain.. Arjuna masih diam mematung. Ia sedang beradu dengan ke-gengsiannya. “Should I stop him? Atau nggak usah..?” batinnya. “Gue ngintip liat dia dulu aja kali ya?” lanjut Juna.
Arjuna mengintip sedikit dari celah pintu kamarnya; untuk melihat Haidan. Ternyata, Haidan masih terdiam sebentar di depan pintu. Arjuna mulai bingung. Kenapa sahabatnya tidak pergi saja langsung?
“Gue pergi nih ya?” suara Haidan terdengar hingga ke telinga Arjuna. “Jangan ngerengek nanti,” lanjutnya. Arjuna masih berpikir sesaat untuk merespon lelaki itu. “Udahlah anjing,” umpat Arjuna secara diam-diam. Ia keluar dari kamarnya dan menyusul di mana Haidan berada. Ya.. akhirnya Ia mengalah dengan rasa gengsinya. Untuk sementara.
Haidan berusaha menahan senyumannya saat mendengar langkah Arjuna yang sedang menghampirinya. Ia pun berbalik badan dan menatap kedua mata sahabatnya itu. “Kenapa nggak langsung pergi aja?” tanya Arjuna. “Ya.. tererah gue lah. Lo sendiri ngapain nyusul gue?” tanya Haidan, menyerang balik.
“Lo.. lo..”
“Lontong?”
“Bukan anjing!”
“Terus apaaaa? Hmmm?”
“Lo.. beneran mau pergi ninggalin gue?”
Lelaki yang lebih tinggi itu terkekeh kecil. Ia mengusap-usap surai Arjuna dan tersenyum. “Emang gue se-tega itu? Hm?” tanya Haidan. Arjuna langsung membuang muka supaya muka merahnya tidak terlihat. “Y-ya.. lo kan orangnya gitu! Mana gue tau lo tega atau nggak!?” celetuk Arjuna, berusaha menahan rasa malunya. “Gitu gimana coba? Gue tanya,”
“Sinting,”
“Dih, kalau gitu gue pergi beneran nih,”
“Baperan ah lo, mending makan es krim aja,”
“Itu baru gue mau!”
Arjuna menghela nafas dan berjalan ke arah sofa di ruang tamu. Lalu, Haidan mengambil dua batang es krim yang Ia beli tadi dari freezer-nya Arjuna. Ia masih mempertahankan senyumannya karena.. saat ini dirinya merasa sangat bahagia. Tentu, karena Arjuna seorang.
Kedua kakinya berjalan kembali ke arah sofa, dan Ia duduk di sebelah sahabatnya. “Nih, habis itu jangan lupa minum air putih,” ucap Haidan sembari memberi es krim kepada Arjuna. “Iya, bawel lo,” balas Arjuna seraya menerima es krim dari Haidan, lalu memakannya.
“Buset, lo makan es krim di gigit? Psikotes ya lo?”
“Bukan, gue psikomotor,”
“Seiusan Jun?”
“Nggak lah goblok! Gue lebih suka aja ngegigit, emang kenapa dah?”
“Gapapa sih, cuman aneh aja,”
“Why?”
“Aneh kenapa lo masih makan es krim, padahal lo sendiri aja udah manis,”
Arjuna langsung terdiam. Jantungnya berdetak begitu kencang hingga kedua pipinya pun memerah seperti tomat. “I'm just telling the truth though,” ucap Haidan dengan ringannya, seraya memakan es krim-nya. “Lo bisa diem nggak sih, Dan? Can't you see gue jadi gini gara-gara lo?” batinnya. Ia salah tingkah karena ucapan—ralat, gombalan Haidan untuk ke-sekian kalinya.
Setelah selesai memakan es krim, mereka berdua mati daya. Tidak tahu harus melakukan apa lagi; alias situasinya kini menjadi canggung.
“Dan,”
“Jun,”
Keduanya saling memanggil secara bersamaan. “Lo aja dulu, kenapa?” tanya Haidan. “Nggak jadi, gue udah lupa. Lo sendiri kenapa?” tanya Arjuna balik. “Erm.. Gue ijin pulang, boleh? Udah malem gini juga,” ucap Haidan sembari menatap Arjuna. Lelaki yang lebih pendek itu belum memberikan respon lagi. Haidan melihatnya sedikit menunduk.
“Kenapa, Jun? Lo ada masalah?” tanya Haidan dengan rasa khawatir. “E-eh, gapapa Dan. Pulang gih,” jawab Arjuna, memberikan senyuman paksa. Reflek, Haidan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Oh.. oke deh. Nggak mau cium gue dulu nih?” tanya Haidan, diikuti dengan tawaan ringan.
“Udah sana pulang anjir, makin aneh lo!” seru Arjuna, Ia malu. “Hahaha, yaudah-yaudah.. Gue pamit! See you tomorrow!” ucap Haidan. Lelaki tersebut berdiri dan keluar dari rumah kost Arjuna. Di sisi lain, sudah ada yang merasakan rindu.
Arjuna kembali ke dalam kamarnya dan mengambil ponsel serta earphone-nya. Ia mendengarkan lagu di malam itu, sendirian. Salah satu harapannya adalah mendengarkan lagu bersama dengan Haidan. Entahlah kapan itu akan terjadi.
Beberapa menit kemudian, tiba-tiba ada sebuah pesan teks masuk. Ia berserikas melihatnya, dan ternyata.. itu dari Haidan. Lelaki itu mengucapkan “good night” kepadanya. Tanpa sadar, sebuah senyuman tertampak jelas di wajah Arjuna.
“Haidan, kok lo bisa ya? Selalu aja, berhasil bikin gue senyum-senyum sendiri kaya orang gila.”
written by kalacaffe.