you, me, and flowers.
casts: jeno & renjun. genre: fluff, fantasy, teen-romance. please read this while listening to 'Waltz of the Flowers' by Tchaikovsky!
CW // slight kissing.
Langit pagi hari ini begitu cerah, sehingga matahari menyinari seluruh area rumah River. Ia pun terbangun, begitu cahaya matahari memasuki dan membuat dalam ruangannya terang. Jendelanya Ia buka, tetapi ikatan gordennya Ia lepas; supaya cahaya matahari tidak masuk terlalu banyak ke dalam ruangannya.
Setelah mengumpulkan nyawa, River langsung bangun dan membersihkan kamarnya serta dirinya sendiri. Ia tinggal di dekat hutan dengan sebuah rumah kecil, seperti cottage. Lelaki itu sangat menyukai harumnya bunga, sehingga dirinya memiliki banyak tanaman dan pot-pot bunga.
“Hari ini pakai baju apa ya?” monolognya, sembari bercermin.
Beberapa menit kemudian, setelah diisi dengan kegiatan mencari pakaian untuk hari ini, Ia akhirnya memutuskan untuk memakai kaos putih berkerah dengan bawahan celana coklat se-lutut dan strap celana berwarna coklat juga. Lalu, Ia menyisiri rambut-merah-mudanya supaya terlihat lebih rapi.
Terakhir, Ia gunakan kacamata-nya. Kini River terlihat indah dan menawan. Ah iya, apakah kalian tahu? River bukanlah seorang manusia, tetapi Ialah seorang elf. Benar, peri.
Semua orang di daerah perumahannya tahu, kalau dia adalah makhluk ajaib, yaitu sang peri. Karena kupingnya yang lancip, mau tidak mau, River harus berusaha bertahan dengan omongan-omongan manusia keji itu tentangnya. Namun, tidak apa-apa. Ia sudah kuat, kok.
Di hari yang cerah ini, River sedang dalam mood untuk membeli bunga. Akhirnya, Ia pergi keluar dengan sepatu boots kesayangannya untuk ke toko bunga.
Ia berjalan-jalan dan menemukan sebuah toko bunga yang bernama, “Enchanté”. Karena namanya yang terdengar menarik, River langsung memasuki toko bunga tersebut. Pandangan pertamanya jatuh kepada pemilik toko itu, seorang laki-laki tinggi dan tampan.
“Halo! Selamat datang di toko bunga Enchanté, ada yang bisa saya bantu?” tanya lelaki penjaga toko itu. “Oh iya, aku lagi mencari bunga tulip putih dan melati.. ada kah?” tanya River. “Pasti ada dong! Ayo, ikuti saya kemari,” ucapnya sembari berjalan.
River mengikuti laki-laki tersebut dari belakang, ternyata bahunya sangat lebar dan memiliki tinggi yang begitu.. tinggi.
Setelah sampai di tempat di mana bunga-bunga itu disimpan, lelaki itu memberikan senyuman ramahnya. “Baiklah, kita sudah sampai. Mau langsung saya bawa ke kasir atau.. apakah ada yang ingin kau tambahkan bunganya? M-maksud saya, apakah ada jenis bunga lain yang kau mau?” tanyanya, sedikit gugup. River tertawa kecil ketika lelaki itu salah bicara.
“Sepertinya itu saja, boleh langsung aku bayar?”
“Boleh, mari ke kasir!”
Lelaki penjaga toko itu menghitung semua jumlah total harganya, dan River sudah bersiap-siap membuka dompetnya. “Jumlah semuanya gratis ya! Kau tidak perlu bayar apapun ke saya,” ujarnya. Hal tersebut membuat River tersontak. “Mengapa seperti itu? Apakah boleh?” tanya River.
“Tidak apa-apa. Ini sebagai hadiah karena kau adalah pelanggan pertama di toko ini,” jawabnya dengan senyuman hingga matanya tak terlihat. River merasa tidak enak dan berinisiatif menawarkan sesuatu. “Jangan seperti itu! Aku akan tetap membayarnya.. tetapi karena kau tidak menerima bayaran dengan uang, ijinkan saya kabulkan apa yang kau inginkan,” ucap River.
Lawan bicaranya tersenyum hangat, “Baiklah. Saya ingin kamu datang ke toko ini setiap hari, bukan hanya untuk membeli bunga, tetapi berteman denganku juga. Atau menjadi lebih dari teman juga tidak apa-apa,” ucapnya seraya terkekeh.
Mendengar kalimat akhirnya membuat jantung River berdegup kencang. Ia tidak familiar dengan perasaan ini. “Oke kalau begitu! Omong-omong, namamu siapa?” tanya River dengan penasaran. “Nama saya Jerome. Kau..?”
“River. Seharusnya kau sudah tahu tentangku,”
“Kau seorang elf bukan?”
“Iya, kau benar. Kau tidak akan menjauhiku?”
“Tidaklah! Kau sangat ramah dan baik hati, namamu pun indah.”
“Bisa saja kamu..”
Keduanya tertawa ringan, hati mereka pun terasa hangat. Jerome terlihat bahagia sekali menemukan lelaki seperti ini. Sudah lama sejak Ia merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta. Terutama.. jatuh cinta pada pandangan pertama.
Tak lama kemudian, mereka saling berpamit dan River pun pulang ke rumah kecilnya. Saat di perjalanan pulang, Ia tak bisa berhenti tersenyum. Rasanya seperti Ia telah meminum ramuan cinta. Pikirannya juga mengarah kepada pemilik toko bunga yang ramah itu. Jerome sungguh membuatnya gila.
Ia memasuki rumahnya seraya bersenandung riang. Sepatunya ditaruh di atas rak kecil sebelum berjalan memasuki ruangan tamu. Bunga-bunga yang Ia beli ditaruh di atas pot dekat jendela; satu untuk bunga melati dan satu untuk bunga tulip. Disusunlah secara berjajar, lalu mengeceknya dari jauh.
“Ternyata bagus juga! Hehe, untung aku beli di toko itu. Besok ke sana lagi, ketemu Jerome~ Bahagia sekali diriku ini~” Ia bersenandung dengan senyumannya yang indah, sembari memperhatikan bunga-bunga itu. “Tapi.. kurasa ada yang familiar dengan nama itu..” ucapnya, mengingat-ingat kembali.
“ASTAGA!” serunya, setelah mengingat sesuatu. River bergegas mencari album foto yang berisi semua kenangannya saat membantu anak-anak kecil dahulu. Tugasnya sebagai peri itu penting, apalagi saat Natal. Ia memberi hadiah-hadiah kepada anak-anak yang baik dan tidak memberi apa-apa kepada anak yang nakal.
Tangannya sibuk membalik-balik halaman album foto itu, mencari sesuatu. “Kan aku benar! Aku pernah memberikannya hadiah saat Natal, karena dia adalah anak yang sangat baik hati. Jerome Lincoln.. kau adalah seseorang yang berhak mendapatkan semua kebaikan di Bumi ini,” monolognya.
“Tetapi.. mengapa engkau bekerja di sebuah toko bunga? Kau seharusnya berada di istana, layaknya menjadi seorang pangeran.” final River. Ia heran, mengapa seorang anak kerajaan bekerja di tempat seperti ini?
Kali ini, Ia harus tahu jawabannya. Besok Ia akan mencoba menanyakannya kepada Jerome.
Sehari telah berlalu. River melakukan rutinitas pagi seperti biasanya, tetapi hari ini Ia menggunakan pakaian yang berbeda. Sebagai atasan, Ia memakai kemeja putih dan bawahan celana panjang berwarna coklat. Rambutnya terlihat sedikit berantakan dari biasanya. Tak apa-apa, Ia tetap terlihat tampan.
Sebelum keluar, Ia memakan roti dengan isi coklat terlebih dahulu; untuk mengisi perut kosongnya. “Kira-kira.. Jerome akan menjawab pertanyaanku atau tidak ya?” tanyanya pada diri sendiri. Ia sedikit takut kalau pertanyaan itu terlalu mengupas kehidupan pribadi Jerome.
Setelah mengisi perut kosongnya, Ia langsung pergi keluar dari rumahnya dan berjalan ke arah toko bunga yang dikunjunginya kemarin.
“Selamat datang, hahaha,” sapa Jerome. River sebagai balasan hanya tersenyum malu-malu. Hari ini, Jerome terlihat sangat tampan! Memakai kemeja berwarna putih, celana panjang berwarna coklat dan strap celana. Lelaki itu bahkan memakai sebuah topi beret.
“Kau ada waktu luang hari ini?” tanya River. “Ada. Kenapa? Ingin mengajakku berkeliling?” tebak Jerome. “Hahaha, iya. Kita bertemu saja di dekat bukit bunga itu, kau tahu kan?”
Jerome mengangguk. “Tentu! Aku pernah ke situ saat kecil dengan seseorang. Kami sebaya, tapi.. suatu saat dia menghilang entah kemana,”
“Mengapa bisa menghilang?”
“Ia diusir oleh orang-tuaku. Aku masih mencoba mencarinya, aku sangat berharap kami dapat bertemu kembali.. Ah, maaf aku terbawa suasana,” ucap Jerome, merasa tidak enak. “Tidak apa-apa! Kau tidak perlu minta maaf. Omong-omong, apa warna rambut orang itu?” tanya River secara tiba-tiba.
“Rambutnya berwana merah muda. Persis seperti punyamu. Kau terlihat mirip dengannya, hahaha,”
“Benarkah? Hahaha.” Sebenarnya, kisah itu terdengar sangat familiar di telinganya. Ia pernah menemui seorang anak laki-laki di atas bukit itu juga, apakah benar.. kisah yang diceritakan Jerome adalah kisah mereka berdua saat kecil?
Jerome tiba-tiba mendekati di mana River berada. Aksinya membuat River sedikit terkejut dan jantungnya pun berdegup kencang. Ibu jari Jerome mengusap pinggir bibirnya. “Maaf, tadi ada sedikit coklat di dekat bibirmu,” ucap Jerome. “I-iya, tidak apa-apa. Terima k-kasih, Jerome..” balas River. “Aku ingin bertanya.. Kau mengapa terlihat gugup? Apakah aku menyeramkan?” tanya Jerome dengan polosnya.
River menggeleng dan tersenyum. “Tidak, kau hanya membuat jantungku tidak aman,” ucap River. Oh tidak.. Ia keceplosan. “M-maaf, maksudku..”
Lelaki yang lebih tinggi itu mengusap-usap rambut River sembari tersenyum kecil. “Kau menggemaskan,” puji Jerome. Dua kata yang baru saja diucapkan Jerome membuatnya ingin meleleh di tempat. Ini pertama kalinya Ia merasakan rasa ini. “Aku sebaiknya kembali bekerja, jika kau ingin menemaniku juga tidak apa-apa. Justru aku senang jika sambil melihatmu,” ucap Jerome, berjalan kembali ke tempat kasir.
River sebenarnya ingin berada di sini selama mungkin, tetapi jantungnya sudah tidak kuat. Bisa-bisa jantungnya meledak karena senyuman dan kata-kata manis yang keluar dari mulut itu.
Jam kerja pun berakhir, dan Jerome mengunci pintu tokonya setelah keluar. Ia mencari-cari keberadaan River yang entah ke mana. “River, kau dimana?”
“Dor! Aku di sini!”
Jerome langsung terkejut saat mendengar suara River dari belakang. Ya.. River sengaja mengejutkannya supaya suasana tidak tegang. Tanpa lama lagi, mereka langsung menaiki bukit bunga itu, dan mencari area yang tepat untuk berbincang-bincang.
Namun di dalam perjalanan, tanpa sadar, tangan Jerome meraih tangan mungil milik River dan menggenggamnya dengan lembut. Ia sungguh tidak menyangka bahwa tangan River sangat lembut seperti kulit bayi. Awalnya, River tidak menyadarinya. Tetapi saat Ia menyadari bahwa Ia sedang bergenggaman tangan dengan Jerome, pipinya menjadi sedikit panas.
Mereka terdiam selama perjalanan itu, sampai di mana keduanya menemukan spot yang tepat untuk duduk dan berbincang ringan.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Jerome. Sebagai jawaban, River hanya mengangguk pelan dan tersenyum. “Adakah yang ingin kau bicarakan?” tanyanya lagi. “Ada. Aku akan langsung ke intinya, ya. Jadi, apakah benar kalau kau adalah Jerome Lincoln? Seorang pangeran dari keluarga kerajaan Lincoln?”
Lelaki itu memang sempat terdiam sesaat karena terkejut. Tetapi, Ia akhirnya mengumpulkan keberanian untuk menjawab pertanyaan River. “Kau benar,” jawab Jerome.
“Tapi.. kenapa kau bekerja di sebuah toko bunga? Seingatku, kau seharusnya berada di dalam istana dan mempersiapkan dirimu untuk menjadi Raja berikutnya,”
“Aku bekerja di situ karena ingin mencari teman masa kecilku. Seperti yang sudah ku ceritakan tadi saat di toko bunga,”
“Oh, seperti itu ternyata..”
“Sekarang, aku ingin bertanya kepadamu,”
River menyiapkan dirinya sebelum mendengar pertanyaan apapun itu yang akan keluar dari mulut sang pangeran. Ia sedikit gugup sebenarnya. “Aku ingin bertanya.. Apakah kau pernah bermain dengan seorang anak laki-laki yang mempunyai mole di dekat matanya?” tanya Jerome. River mengingat-ingat kembali.
Astaga, Ia pernah.
“Aku pernah. Mengapa?” tanya River. Tiba-tiba Jerome mengeluarkan sebuah sapu tangan dan mengusap area dekat matanya. Sebuah mole terlihat jelas. “Anak laki-laki itu adalah aku, dan..
ternyata kau adalah seseorang yang ku cari-cari selama ini.”
Lelaki bertubuh pendek itu terkejut. Bisa-bisanya Ia tidak mengenal Jerome saat kecil dahulu. Mereka seperti ditakdirkan untuk bersama. Jerome menitikkan sebuah air mata, Ia sangat bahagia menemukan pujaan hatinya. Tak sia-sia perjuangannya selama ini. River mengusap air mata itu perlahan, lalu memeluknya erat.
Setelah itu, keduanya saling bertatapan tanpa bersuara. Seketika, Jerome mendekatkan wajahnya hingga Ia dapat merasakan nafas River yang terengah-engah. River gugup.
“A-apa yang i-ingin kau lakukan..?” tanya River.
“Melakukan apa yang inginku lakukan dari dulu.”
Jerome mempertemukan kedua bibir mereka secara perlahan. Ia dapat merasakan bibir River yang manis dan lembut. Di sisi lain, River hanya terdiam, membiarkan Jerome melakukan apa yang ingin dia lakukan. Jantungnya sudah berdetak secara tidak teratur sekarang. Benar-benar gila.
Kedua lelaki itu melepaskan tautannya untuk mengambil nafas. Mereka saling tersenyum malu, dan sesaat Jerome mengelus surai River dengan lembut.
“Little did we know.. kita dipertemukan kembali karena toko bungaku,”
“Dan juga karena sedikit sihirku, hahaha,”
“Terserahmu,”
“Aku hanya bercanda!”
“Tapi omong-omong.. kau ingin menjadi kekasihku?”
“Tentu ku ingin, Jerome.”
written by kalacaffe.