you're jealous?
haidan & arjuna: one-shot au. | pair: hyuckren. part of 'love formula' universe.
CW // harsh words, slight kissing.
Pada malam hari, jam 19.20 Arjuna sedang berada di kamarnya dengan salah satu sahabatnya, Jendra. Mereka mengerjakan tugas kelompok dari siang hari sampai sekarang. Arjuna yang fokus ke laptopnya dan Jendra yang mencari-cari informasi melalui ponselnya. Kedua laki-laki itu sangat sibuk hari ini.
“Argh! Pusing anjing!” gerutu Arjuna. Suara frustasi dari Arjuna membuat Jendra terkejut hebat. “Bangsat, gua kaget!” pekik Jendra, sembari mengusap-usap dadanya. “Ya maap Jen ...” ucap Arjuna. “Oh iya, gue bingung tau sama pacar gue sendiri,” lanjutnya tiba-tiba.
Jendra menutup ponselnya, lalu menatap Arjuna dengan tatapan bingung. “Haidan?” tanya Jendra. Arjuna mengangguk dan menjawab, “Ho'oh, si Haidan.” Kemudian Jendra memposisikan dirinya di samping Arjuna dan menatapnya heran. “Apa yang lo bingungin?” tanya Jendra.
“Gue lebih ke heran sih. Haidan kok nggak pernah cemburu gitu dah? I mean—gue jalan sama siapa aja juga dia nggak peduli anjir,” sungut Arjuna. “Ngerti nggak sih maksud gue?” tanyanya untuk memastikan. “Hmm ... gua ngerti point lo,” jawab Jendra dengan yakin. “Terus lo mau coba bikin dia cemburu gitu?” tanya Jendra.
Sebuah senyuman langsung mengembang di bibir Arjuna. Ia mengangguk hebat. “Tapi ... gue nggak tau caranya gimana,” ucap Arjuna. “Gua tau,” ucap Jendra, yang langsung membuat Arjuna mendekat kepadanya—karena ia ingin tahu. “Gimana?” tanya Arjuna. “Dia belum tau kalau gua udah jadian sama Alen 'kan?”
“Belum. Gue lupa ngasih tau dia.”
“Oke, good. Jadi gini Jun ... lo post foto kita berdua lagi kerja kelompok aja, tapi pake ekspresi yang kelihatan seneng atau enjoy gitu.”
“Lo serius pake cara itu bakal berhasil?”
“Menurut gua sih, iya. Soalnya kalau Alen yang giniin gua, udah emosi gua gara-gara cemburu, hahaha.”
“Hahaha, oke oke. Yok coba sekarang.”
Arjuna menutup ponselnya lagi setelah memposting fotonya dengan Jendra. “Lo yakin ini bakal berhasil?” tanya Arjuna. “Yakin, lihat aja nanti,” jawab Jendra dengan percaya diri. “If you say so.” Beberapa menit kemudian, Arjuna masih mencuri-curi pandang pada ponselnya seraya mengerjakan tugas kelompok. Ia menunggu notifikasi dari kekasihnya, Haidan—untuk muncul di layar depan.
“Nggak usah kelihatan putus asa gitu kali Jun, sabar dikit lagi,” ucap Jendra yang melihat Arjuna menghela nafas dan terlihat putus asa. “Iya, masih gue pantengin nih hape,” balas Arjuna. Ia sungguh-sungguh berharap Haidan akan melakukan yang sesuai dengan ekspetasinya.
Ting!
Begitu mendengar suara notifikasi tersebut, tangan Arjuna bergerak sangat cepat untuk membuka ponselnya. Haidan mengomentari postingannya. Itu membuat Arjuna langsung tersenyum lebar. Jendra yang melihatnya hanya bisa menggeleng-geleng. “Manusia aneh,” gumam Jendra.
Beberapa menit kemudian, Arjuna menutup ponselnya lagi. Kini ia menatap Jendra dengan senyuman yang belum luntur dari tadi. “Mau apa lo?!” tanya Jendra dengan sedikit ketakutan. “Kita lanjut kerkom-nya besok aja ya?” pinta Arjuna. “Emang kenapa dah?” tanya Jendra. “Haidan mau ke sini bentar lagi,” jawab Arjuna.
Tanpa dipaksa pun Jendra langsung berdiri. Ia sama sekali tidak mau berurusan dengan pasangan aneh itu. “Bye, gua pamit,” ucap Jendra terakhir, sebelum pergi keluar dari kamar Arjuna. “Yaa, sana-sana,” usir Arjuna. Kini Arjuna berguling-guling di atas kasurnya akibat terlalu senang dan antusias menunggu kedatangan kekasihnya.
Haidan dan Arjuna memang unik, mereka memiliki gengsi yang sangat tinggi. Tetapi begitu suatu saat luluh, bisa-bisa mereka menjadi bucin akut. Hubungan mereka kadang membuat sahabat mereka lainnya menggeleng-geleng dan hanya menghela nafas pasrah. Namun tidak apa-apa, yang penting Haidan dan Arjuna saling mencintai dengan tulus.
Arjuna langsung bergerak membereskan kamarnya, supaya nyaman untuk ditempati dirinya dengan kekasihnya nanti. Ia sungguh rajin kalau soal kebersihan dan kerapihan. “Oke, bersih semua ... tinggal nunggu Haidan.”
Tok! Tok! Tok!
Tiba-tiba, sebuah bunyi ketukan pintu pada kamar Arjuna terdengar. Ia langsung berjalan ke arah pintu tersebut dan membukanya perlahan. Menampakkan seorang lelaki yang lebih tinggi darinya, memasang raut wajah masam. “Cie, cemburu ya?” goda Arjuna.
Tidak ada balasan dari Haidan. Sial, Arjuna mulai merasa sedikit panik dan khawatir. “Seneng lo begitu?” tanya Haidan, dengan suara rendahnya. Arjuna tahu, kalau kekasihnya sedang marah. “Maafin aku ...” ucap Arjuna, ia mulai merasa bersalah dan menunduk.
“M-maaf,” ucap Arjuna tanpa suara lagi. Ia benar-benar merasa bersalah melakukan hal seperti tadi. Seharusnya ia tidak begini. Seharusnya ia percaya saja kepada kekasihnya. Seharusnya ia tidak meragukan perasaan orang yang mencintainya dengan tulus.
Entah mengapa, kemudian Arjuna mulai menangis. Haidan pertamanya tidak sadar, tapi setelah ia sadar dirinya membuat Arjuna menangis di hadapannya, ia langsung menariknya ke dalam pelukannya. “Nggak usah nangis, cengeng lo,” ucap Haidan. “B-berisik lo!” balas Arjuna, masih terisak-isak. “Lo kangen gue 'kan?” tanya Haidan.
Arjuna mengangguk. “Banget,” jawabnya. Lalu, Haidan menatap kedua netra kekasihnya dan mulai mengusap-usap pipinya yang basah. “Asal kamu tau, aku aslinya cemburuan orangnya. Cuman aku nggak pandai memperlihatkan perasaan aku. Maaf kalau kamu ngerasa aku marah-marah atau ngajak kamu gelut nggak jelas mulu, babe.“
Kata-kata Haidan barusan membuat Arjuna tersenyum. “Aku juga mau minta maaf udah ngeraguin perasaan kamu. Aku sayang kamu, oke?” ucap Arjuna dengan suaranya yang lembut. Cukup membuat Haidan ikut tersenyum kembali kepadanya. “Aku sayang kamu juga, walaupun kadang kamu nggak jelas,” goda Haidan. “Bodo amat!”
Sekarang, kedua insan itu sedang berpelukan nyaman di atas kasur. Sangat sunyi, hingga yang terdengar hanya suara AC. Lalu, tiba-tiba Haidan mengangkat Arjuna ke atas pangkuannya. Aksinya membuat Arjuna tersontak. Kemudian Haidan memeluk kekasihnya dari belakang dan menaruh dagunya di atas pundak kekasihnya.
Ia mulai menghirup wangi khas Arjuna. Berbau vanilla yang manis; seperti Arjuna. “Kamu ngapain?” tanyanya. “Nyari darah seger biar kaya Tristan,” jawab Haidan. Arjuna tertawa kecil dan menggeleng-geleng mendengar jawaban itu dari mulut kekasihnya.
Cup!
Haidan mengecup belakang leher milik Arjuna. “Geli anjing,” umpat Arjuna, yang langsung memberi tatapan sinis kepada Haidan. “Hahaha, yaudah kalau gitu di bibir kamu aja,” ucap Haidan. “Banyak mau lo,” ketus Arjuna. “Nggak kok, 'kan aku maunya cuman kamu aja,” goda Haidan.
Cup! Cup!
Dua kecupan ringan mendarat di bibir lembut milik Arjuna. “Manis ya,” puji Haidan. Mendengar pujian itu, Arjuna justru mendapatkan rasa kupu-kupu beterbangan di dalam perutnya.
“Cie bocil salting, cie.”
“Gue bukan bocil ya, jamet.”
“Gue bukan jamet, gue pacar lo.”
“Serah.”
Lalu, Haidan menarik Arjuna lagi ke dalam pelukannya yang erat. “Udah, nggak usah banyak omong, nanti kemasukan lalat loh,” ledek Haidan. “Lo juga, diem,” celetuk Arjuna. “Iya sayang, ini aku diem ... diem-diem mencintaimu, jiakhhh.” Sepertinya Arjuna harus berdoa meminta kesabaran lebih untuk menghadapi kekasihnya ini.
written by kalacaffe.